Kerajaan Mataram Islam
Perjanjian Giyanti adalah salah satu penyebab utama runtuhnya Kerajaan Mataram Islam. Perjanjian ini membagi Mataram ke dalam dua bagian, yang pertama Kasultanan Yogyakarta kepada Hamengkubuwono I dan yang kedua adalah kesuhunan Surakarta kepada Pakubuwono III. Setelah itu, muncul lagi satu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Salatiga, kembali perjanjian ini membagi Mataram, namun kali dibagi menjadi 4 bagian, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kesuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
Banyak kisah dan cerita tentang awal terbentuknya kerajaan Mataram. Namun umumnya, segala bentuk kisah tersbeut dikaitkan dengan hadirnya kerajaan-kerajaan terdahul, misalnya saja Demak dan Pajang. Terdapat satu cerita yang mengungkapkan bahwa pasca kemunduran yang dialami kerajaan Deman, ibukotanya kemudian dialihkan ke Pajang, dan pada saat itulah dimulainya pemerintahan Pajang sebagai kerajaan.
Kerajaan Mataram selama pemerintahannya selalu berperang guna menaklukkan pimpinan-pimpinan daerah lainnya, merebut kekuasaan Kesultanan Demak, Kediri, Pasuruan, dan lain sebagainya. Bahkan Cirebon pun dapat dikatakan berada dalam genggaman Kerajaan Mataram. Panembahan Senapati dielu-elukan karena dianggap sebagai yang paling berperan dalam pembangunan Mataram.
Senopati kemudian turun tahta dan digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang atau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Kekuasaan Mas Jolang berlangsung selama 1601 hingga 1613, dan pada saat itulah sebuah taman Danalaya dibangun, tepatnya di sebelah barat Kraton.
Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo, atau yang ditelinga orang-orang lebih akrab dengan nama Kerajaan Makassar. Ini adalah sebuah kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan, dan jika ditinjau dari segi geografisnya, Sulawesi Selatan merupakan daerah yang memiliki posisi penting, sebab dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Makassar bahkan sempat dijadikan sebagai pusat persinggahan para pedagang, inilah yang menjadi satu alasan besar mengapa Kerajaan Makassar memiliki kekuasaan yang besar terutama atas jalur perdagangan Nusantara.
Perjuangan para raja yang pernah memerintah Kerajaan Makassar tentunya juga memegang peranan penting terhadap berkembangnya kerajaan tersebut. Beberapa rajanya yang paling terkenal antara lain:
Raja Alaudin, yang memerintah pada periode 1591-1638 M. Ia adalah rasa Makassar pertama yang menganut agama Islam. Di dalam kekuasaannya, Kerajaan Makassar mulai ikut berpartisipasi dalam hal pelayaran-perdagangan (dunia maritim). Dengan ini, kerajaan Makassar pun mengami perkembangan sangat pesat, dan memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat Makassar. Setelah Raja Alauddin dikabarkan wafat, kerajaan Makassar tidak diketahui lagi bagaimana kepastian pemerintahannya.
Sultan Hasanuddin, raja yang mengantarkan masyarakat Makassar mencapai masa kejayaan. Dalam waktu yang tidak begitu lama, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar berhasil menjadi penguasa pada hamper semua daerah Sulawesi Selatan.
Sultan Hasanuddin memiliki cita-cita besar untuk memperluas kekuasaannya sampai ke kepulauan Nusa Tenggara, yang kemudian mendapat pertentangan dari pihak Belanda karena merasa terancam oleh Sultan Hasanuddin. Hal ini lalu seringkali menjadi penyebab terjadinya perang antara Kerajaan Makassar dengan Belanda. Namun, keberanian besar yang dimiliki oleh Sultan Hasanuddin, berhasil memimpin pasukannya menghancurkan pertahanan Belanda sehingga ia diberi julukan “Ayam Jantan Dari Timur”.
Karena Belanda merasa sudah semakin terdesak, mereka kemudian melakukan kerjasama dengan Kerajaan Bone, yang dipimpin oleh Arung Palaka. Akibat kerjasama tersebut, Belanda akhirnya mampu mendesak Kerajaan Makassar, dan lahirlah Perjanjian Bongaya.
Ketika Sultan Hasanuddin turun tahta, jadilah putranya yang bernama Mapasomba berkuasa dan memimpin Kerajaan Makassar. Karena Mapasomba dianggap jauh lebih keras dibandingkan dengan ayahnya, Belanda lalu menyerang kerajaan tersebut secara besar-besaran, sehingga jatuhlah Kerajaan Makassar di tangan Belanda.
Kerajaan Ternate-Tidore
Ternate adalah salah satu kerajaan Islam yang terletak di bagian timur Indonesia dan telah berdiri sejak abad ke-13. Raja yang memimpin kerajaan ini yaitu raja Zainal Abidin (1486-1500). Kerajaan ini menjadi salah satu daerah incaran para pedagang karena kondisi alamnya yang sangat kaya akan rempah-rempah. Dan hasil bumi itulah yang membuat kerajaan Ternate berkembang dengan cepat.
Awalnya, Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan yang hidup bersama secara damai, dan tidak memiliki persaingan apapun. Sayangnya, pihak asing berhasil mengadu domba kedua kerajaan tersebut hingga akhirnya muncullah persaingan diantara kerajaan tersebut. Pada tahun 1512, Portugis berupaya masuk ke Maluku dan mencoba bersekutu dengan Ternate, dan kemudian membangun benteng Sao Paulo. Di sisi lain, Spanyol masuk ke Maluku di tahun 1521 dan bersekutu dengan Tidore.
Ketika dua bangsa Eropa tersebut berhasil menguasai Tidore dan Ternatem, perselisihan terus terjadi diantara keduanya. Hal ini disebabkan karena masing-masing kerjaan berhasrat untuk menguasai hasil bumi di daerah tersebut. Namun, selain berdagang, bangsa Eropa rupanya memiliki rencana lain, yaitu menyebarkan ajaran agama mereka. Ini tentu sangat ditentang oleh Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika Sultan Khairun diajak Belanda untuk berunding, ia kemudian dibunuh oleh Portugis.
Kematian Sultan Khairun menyadarkan kerajaan Ternate dan Tidore bahwa mereka telah diadu domba. Sultan Baabullah (1570-1583) pun menggantikan Sultan Khairun, hubungan keduanya pun membaik seperti semula dan bangsa Portugis diusir dari Ternate.
Kerajaan Tidore memperoleh masa kejayaannya ketika Sultan Nuku memerintah, ia berhasil melebarkan sayap kekuasaannya sampai pada Halmahera, bahkan Seram. Pengaruh masuknya bangsa Eropa ke Maluku menciptakan keberagaman agama dalam masyarakat.