ASTALOG.COM – Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam. Ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur hingga mendapatkan perumpamaan biji yang tak sengaja jatuhpun akan segera tumbuh dengan alaminya.
Dengan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, tidak heran menjadikannya sebagai salah satu negara yan memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia.
Di Indonesia, apapun bisa tumbuh dan berkembang. Apalagi kalau membahas masalah pangan, Indonesia hampir memiliki segala jenis bentuk pangan.
Salah satunya pertanian. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang pertanian yang bisa dilihat pada perkembangan elapa sawit, karet, dan coklat yang mulai bergerak menguasai pasar dunia.
Namun, meskipun Indonesia menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu saja menghadapi masalah yang sama yaitu mengimpor bahan pangan dari negara lain. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan. Ada banyak faktor yang mengharuskan Indonesia mengimpor bahan pangan dari negara luar, faktor tersebut antara lain :
1. Meskipun Indonesia memproduksi begitu banyak beras namu belum juga bisa mencukupi kebutuhan penduduknya dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak.
Data statistik menunjukkan sekitar 230-237 juta jiwa penduduk di Indonesia membutuhkan nasi sebagai makanan pokok. Jadi bisa dilihat, mengapa Indonesia mengimpor beras dari negara lain hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dan salah satu negara yang sering mengekspor beras untuk Indonesia adalah Thailand.
2. Faktor lain yang mendorong adanya impor bahan pangan adalah iklim, khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan. Sehingga penyediaan benih dan pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang dapat menyebabkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk. Akhirnya hasil produksi pangan pada waktu itu menurun.
3. Penyebab impor bahan pangan selanjutnya adalah luas lahan pertanian yang semakin sempit. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta Ha di Jawa dan 0,62 juta Ha di luar Jawa. Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Jawa dan sekitar 2,7 juta Ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap beras impor.
4. Faktor selanjutnya adalah mahalnya biaya transportasi di Indonesia yang mencapai 34 sen dolar AS per kilometer. Bandingkan dengan negara lain seperti Thailand, China, dan Vietnam yang rata-rata sebesar 22 sen dolar AS per kilometer. Sepanjang kepastian pasokan tidak kontinyu dan biaya transportasi tetap tinggi, maka industri produk pangan akan selalu memiliki ketergantungan impor bahan baku.
5. Berkurangnya jumlah lahan pertanian akibat adanya peralihan fungsi lahan dari yang semula untuk pertanian menjadi untuk sektor bisnis lain dan hunian.
6. Tingginya ancaman dari alam terhadap tanaman-tanaman pertanian yang ditanam para petani di Indonesia.
7. Kurang berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap langkah-langkah pengembangan sektor pertanian terutama dalam hal penerapan teknologi baru di sektor pertanian seperti rekayasa genetik bibit pangan, membuat Indonesia kian sulit memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya
Beberapa faktor diatas sudah cukup menjelaskan mengapa Indonesia masih saja mengimpor banhan pangan dari luar padahal Indonesia terkenal dengan sumber kekayaan alamnya.
Selain beras, Indonesia juga mengimpor beberapa bahan pangan lainnya yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari hingga November 2013
Beras
Nilai impor: US$ 226,4 juta Volume impor: 432,8 juta kilogram (kg)
Negara eksportir: Vietnam, Thailand, India, Pakistan, Myanmar, dan lainnya
Jagung
Nilai impor: US$ 822,35 juta Volume impor: 2,8 milyar kg
Negara eksportir: India, Brasil, Argentina, Thailand, Paraguay, dan lainnya
Kedelai
Nilai impor: US$ 1 milyar Volume impor: 1,62 milyar kg
Negara eksportir: Amerika Serikat, Argentina, Malaysia, Paraguay, Uruguay, dan lainnya
Gula pasir
Nilai impor: US$ 44,4 juta Volume impor: 75,8 juta kg
Negara eksportir: Thailand, Malaysia, Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, dan lainnya
Gula Tebu
Nilai impor: US$ 1,5 milyar Volume impor: 3,01 milyar kg
Negara eksportir: Thailand, Brasil, Australia, El Salvador, Afrika Selatan, dan lainnya
Daging Sapi
Nilai impor: US$ 185,8 juta Volume impor: 41,5 juta kg
Negara eksportir: Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Singapura
Sapi
Nilai impor: US$ 271,2 juta Volume impor: 104,4 juta kg
Negara eksportir: Australia
Garam
Nilai impor: US$ 85,6 juta Volume impor: 1,85 milyar kg
Negara eksportir: Australia, India, Selandia Baru, Jerman, Denmark, dan lainnya
.