Siklus Hidup Myxomycota

ASTALOG.COM – Myxomycota atau jamur lendir merupakan sekelompok protista yang berpenampilan mirip jamur namun berperilaku menyerupai amoeba. Myxomycota berasal dari kata myxo yang artinya lendir, dan myces yang artinya cendawan. Myxomycota memiliki ciri umum, yaitu fase soma yang berupa plasmodium. Namun plasmodium ini berbeda dengan plasmodium penyebab penyakit Malaria.

Dalam hal ini, plasmodium yang mengering akan membentuk sklerotium. Pada umumnya plasmodium berwarna cerah, kuning atau orange. Terkadang plasmodium berbentuk seperti jaringan untuk memperluas permukaan tubuh sehingga dapat memperoleh makanan dan oksigen lebih banyak. Myxomycota memiliki habitat hidup di tempat yang lembap, kayu busuk, daun mati, dan benda organik lainnya.

 

SIKLUS HIDUP MYXOMYCOTA

Nukleus pada plasmodium umumnya bersifat diploid (2n) dan dapat membelah secara mitosis secara bersamaan. Pada fase plasmodium, myxomycota memperoleh makanannya dengan cara menjulurkan pseudopodia-nya ke arah makanan, kemudian makanan tersebut ditelan (fagositosis). Makanannya ini berupa sisa-sisa daun atau kayu yang membusuk, bakteri, atau jamur uniseluler yang terdapat di tanah lembap dan di hutan basah.

PELAJARI:  Dampak Sistem Tanam Paksa
 

Bila habitat mulai mengering dan makanan tidak ada, plasmodium myxomycota berhenti tumbuh dan mengalami diferensiasi untuk memasuki tahap reproduksi generatif. Selanjutnya, plasmodium Myxomycota bereproduksi secara vegetatif dengan membentuk sporangium dan bereproduksi secara generatif dengan singami antara sesama sel amoeboid atau antara sesama sel ber-flagela.

Jika mau diuraikan lebih singkat dan detil, berikut ini siklus hidup myxomycota:

  1. Plasmodium tumbuh dewasa dan membentuk jaringan agar mendapatkan makanan dan oksigen lebih banyak.
  2. Pada saat kondisi lingkungan kurang menguntungkan, plasmodium dewasa akan membentuk sporangium bertangkai (stalk). Dalam hal ini, plasmodium dewasa memiliki kromosom diploid (2n).
  3. Di dalam sporangium terjadi pembelahan secara meiosis dan menghasilkan spora yang haploid (n). Spora ini tahan terhadap kekeringan.
  4. Bila kondisi lingkungan membaik, maka spora akan berkecambah membentuk sel aktif yang haploid (n).
  5. Sel-sel aktif tersebut memiliki bentuk yang berbeda dan dapat berubah menjadi sel amoeboid atau sel ber-flagela.
  6. Terjadi singami antara sel-sel yang memiliki bentuk yang sama. Singami menghasilkan zigot yang berkromosom diploid (2n).
  7. Nukieus (inti) zigot yang diploid (2n) membelah secara mitosis tanpa disertai pembelahan sitoplasma membentuk plasmodium pemakan yang diploid (2n).

Hingga saat ini, terdapat sekitar 500 spesies myxomycota plasmodial, antara lain: Physarum sp., Didymium sp., dan Fuligo septica.

STRUKTUR PENGHASIL MIKSOSPORA PADA MYXOMYCOTA

  1. Sporangium: ada sporangium yang bertangkai dan ada yang tidak bertangkai. Sporangium memiliki struktur: miksospora, peridium, kapilitium, kolumela, sporangiofor, dan hipotalus. Contoh: Stemonitis dan Physarum.
  2. Aetalium: merupakan sporangiofor yang berbentuk bantalan, agak besar, dan berasal dari seluruh plasmodium yang tak berdiferensiasi sempurna. Contoh: Fuligo.
  3. Pseudoaetalium: merupakan gabungan dari beberapa sporofor seperti sporofor tunggal. Contoh: Dictydiathaelium.
  4. Plamodiokarp: morfologinya mirip plasmodium, di mana protoplasma berkumpul di beberapa urat utama plasmodium dan berkembang menjadi sporofor. Sprorofor ini tetap mempertahankan bentuk plasmodium pada waktu pembentukan sporofor[2. Contoh: Hemitrichia.