ASTALOG.COM – Warisan budaya zaman bahari, tatkala alur perairan merupakan urat nadi perhubungan, masih tersedia di beberapa daerah seperti pulau Kalimantan, Irian dan Sumatera dalam bentuk tradisi lomba perahu tradisional. Pada masyarakat Kuantan, di Kabupaten Inderagiri Hulu, Propinsi Riau tradisi perlombaan semacam itu telah ber¬urat berakar dalam kehidupan masyarakat dan disebut Pacu Jalur.
Jalur dan Cara Pembuatannya
Jalur yang dimaksud oleh masyarakat Kuantan adalah sejenis perahu yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, di¬potong-potong atau disambung-sambung, panjangnya antara 25-30 meter dengan lebar ruang bagian tengah 1-1,25 meter. Ciri-cirinya adalah kokoh-kuat, ramping, artistik, sehingga pada waktu berpacu tidak dikhawatirkan pecah, jalannya laju dan sedap dipandang. Jalur terdiri atas bagian-bagian:
1. luan (haluan).
2. talingo (telinga depan).
3. panggar (tempat duduk).
4. pornik (lambung).
5. ruang timbo (tempat menimba air).
6. talingo belakang.
7. kamudi (tempat pengemudi).
8. lambai-lambai/selembayung (pegangan tukang onjor).
9. pandaro (bibit jalur).
10. ular-ular (tempat duduk pendayung).
11. Selembayung, ujung jalur berukir.
12. pengayak (pendayung).
13. panimbo (gayung air).
Selembayung dan pinggiran badan jalur biasanya berukir dengan warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti: sulur-suluran, geometris, ombak, burung dan lain-lain bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: Naga Sakti, Gajah Tunggal, Rawang Udang, Kompe Berangin, Bomber, Pelita, Orde Baru dan lain-lain. Pembuatan jalur melalui proses cukup panjang
1. Untuk menyusun rencana kerja pertama-tama diselenggarakan musyawarah atau rapek kampung yang dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan, kaum ibu dan pemuda, dipimpin oleh seorang pemuka desa, biasanya pemuka adat. Bila disepakati untuk membuat jalur, lalu ditentukan langkah lebih lanjut.
2. Memilih kayu. Kayu yang dicari itu harus memenuhi persyaratan kwalitas (jenis), ukuran dan lain-lain, terutama bobot magis atau spi¬ritualnya. Jenis kayu yang dipilih adalah kayu banio, kulim kuyiang atau yang lain, harus lurus panjangnya sekitar 25-30 meter, garis te-ngah 1-2 meter dan mempunyai mambang (sejenis makhluk halus). Harus dipertimbangkan agar setelah menjadi jalur dapat mendukung anak pacu 40-80 orang. Dalam acara pemilihan kayu ini peranan pawang sangat penting. Sesudah pilihan ditentukan dibuatlah upacara semah agar kayu itu tidak “hilang” secara gaib.
3. Menebang kayu. Kayu yang sudah disemah oleh pawang lain ditobang dengan alat kapak dan beliung. Dahan dan ranting dipisahkan.
4. Memotong ujung. Kayu yang sudah bersih diabung (dipotong) ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat kemudian kulit kayu dikupas, diukur dibagi atas bagian haluan, telinga, lambung, dan kemudian dengan alat benang.
5. Pendadan atau meratakan bagian depan (dada) yakni bagian atas kayu yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung.
6. Mencaruk, atau mengeruk, melubangi bagian dalam kayu yang panjang itu dengan ketebalan yang seimbang.
7. Menggiling atau memperhalus bagian samping atas sehingga ter¬bentuk bagian bibir perahu sekaligus mulai membentuk bagian luar bagian atas.
8. Manggaliak atau membalikkan dan menelungkupkan, yang tadi¬nya terletak diatas ganti berada di bawah sehingga bagian luar dapat dikenakan, dirampingkan dengan leluasa. Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga keseimbangan kete¬balan semua bagian jalur. Cara mengukurnya antara lain dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup lagi dengan semacam pasak.
9. Manggaliak atau menelentangkan lagi.
10. Membentuk haluan dan kemudi.
11. Menghela atau menarik jalur yang sudah setengah jadi itu ke kam¬pung disertai upacara maelo jalur. Disini kegotongroyongan sangat besar artinya.
12. Menghaluskan, mengukir terus dinaikkan ke atas ram Account pian lalu diasapi.
13. Penurunan jalur ke sungai, selesailah proses pembuatan perahu yang ditutup dengan upacara pula.
Pacu Jalur
Setelah jalur-baru dimandikan atau diturunkan ke sungai berarti sudah siap dipacu, yakni untuk merebut kemenangan dalam pertan¬dingan adu cepat untuk mencapai pancang akhir. Dalam adu balap ini ukuran atau kapasitas jalur dan berapa banyaknya anak pacu pada ti¬ap peserta tidak dipersoalkan karena menurut keyakinan para peserta penentu kemenangan bukan pada kapasitas, teknik atau taktik. Fak¬tor magis atau daya sakti pawang masih memegang peranan penting.
Pacu jalur dalam bentuk sederhana mula-mula diadakan untuk mengisi waktu senggang setelah panen padi atau tebu. Hadiahnyapun sederhana pula yakni sejenis kue yang disebut godok untuk dimakan bersama beramai-ramai sehingga pacuannya juga disebut Pacu Godok.
Kemudian pacu jalur diadakan dalam rangka merayakan hari-hari raya Islam atau hari-hari raya yang lain. Pada masa penjajahan ada pacuan untuk memperingati tahun bani dan disebut Pacu Tambaru, pacuan untuk merayakan ulang tahun raja Belanda dan lain-lain. Akhir-akhir ini dihubungkan dengan perayaan hari raya nasional terutama tiap tanggal 17 Agustus. Pada masa penjajahan hadiah bagi pe¬menang berupa tonggol atau berdera dan sekarang berupa piala di¬tambah binatang ternak atau sembilan bahan pokok dan lain-lain.
Dilihat dari ruang lingkupnya, pacu jalur dapat dibagi atas beberapa tingkatan, yakni:
1. Pacu antar banjar atau dusun.
2. Pacu antar desa atau kelurahan.
3. Pacu antar seluruh desa atau antar Kecamatan yang ada di wila¬yah Kuantan.
Panitia penyelenggara dahulu adalah para pemuka desa. Panitia inilah yang mengedarkan undangan, menentukan aturan, mencari hadiah dan lain-lain. Akhir-akhir ini panitia penyelenggara adalah pemerintah setempat (termasuk aparat kepariwisataan) dan pemuka masyarakat. Panitia bertanggung jawab atas terlaksananya pacu jalur secara baik.
Pertandingan dilaksanakan secara bertahap dengan sistim sete¬ngah kompetisi atau sistim gugur untuk mencari pemenang ke I hing¬ga IV dan sepuluh besar.
Personil atau anak pacu terdiri atas: tukang kayu, tukang concang (komandan, pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang onjai (pemberi irama di bagian kemudi dengan menggoyang goyangkan badan secara vertikal) dan tukang tari yang membantu tukang onjai memberi tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat- jungkit secara teratur dan berirama.
Tempat pacuan di sungai Batang Kuantan jarak pacu dari tempat start hingga finish ± 1 km yang ditandai dengan tiga pancang.
Arena pacu yang demikian luas sedangkan penonton bertempat di tepian sungai atau di perahu-perahu perlu sarana komunikasi yang memadai yakni menggunakan dentuman meriam. Dentuman pertama berarti jalur telah mudik, berarti semua peserta telah meluncur ke hu¬lu ke daerah ancang-ancang. Dentuman kedua, jalur peserta pacu ber¬siap-siap menurut daftar urutan. Dentuman ketiga, pacuan telah di¬mulai dengan peserta urutan pertama dan seterusnya.
Para penonton dapat menyaksikan jalannya perlombaan dengan santai di pinggir-pinggir sungai tanpa dipungut biaya. Penentuan pe¬menangnya adalah sebuah dewan juri atau hakim yang keputusannya tak dapat diganggu gugat.