Alasan Kedatangan Sekutu Menimbulkan Kontroversi

ASTALOG.COM – Awal kedatangan Sekutu ditandai dengan dibomnya dua kota di Jepang yaitu kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945, membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagai pihak yang kalah perang, maka Jepang harus menarik semua pasukan di wilayah kekuasaannya di Asia, termasuk Indonesia dan diatur oleh SEAC (South East Asia Command). SEAC dipimpin oleh Lord Mountbatten (Amerika) yang berkedudukan di Singapura. Sedang untuk pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia dilakukan oleh AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies). Adapun tugas AFNEI adalah:

– Membebaskan tawanan perang Sekutu yang ditahan Jepang.
– Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang.
– Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
– Mencari dan menuntut penjahat perang.

 

Pasukan AFNEI yang akan menlucuti senjata tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi 2, dimana pendatarannya diatur oleh Lord Mountbatten di Singapura yaitu:

– Pasukan AFNEI Inggris yang dipimpin oleh Sir Philip Christisson. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Sumatra dan Jawa.
– Pasukan AFNEI Australia yang dipimpin oleh Albert Thomas Blarney. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

 

Ternyata pasukan AFNEI Inggris yang akan melucuti senjata Jepang di Indonesia di boncengi NICA (Belanda). Maksud NICA membonceng Sekutu tidak lain adalah ingin kembali menguasai wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 September 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R Petterson dan disertai oleh dua tokoh NICA, yaitu Van Der Plass dan Van Mook. Inggris bersedia membawa NICA ke Indonesia karena terikat perjanjian rahasia dalam Civil Affairs Agreement di Chequers, London pada tanggal 24 Agustus 1945. Dimana isi perjanjian tersebut yaitu Inggris bertindak atas nama Belanda dan pelaksanaannya diatur oleh NICA yang bertanggung jawab kepada Sekutu.

PELAJARI:  Benda Bersejarah dan Cara Merawatnya

Setelah mengetahui bahwa pasukan AFNEI Inggris diboncengi NICA dan ingin kembali merebut wilayah Indonesia, maka muncullah perlawanan rakyat di berbagai daerah di Indonesia. Rakyat ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan pasukan AFNEI Australia, yang dapat melaksanakan tugas melucuti tentara Jepang dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.

Reaksi Kontroversi Terhadap Kedatangan Sekutu

Kedatangan Sekutu ke Indonesia menimbulkan reaksi yang kontroversi di kalangan bangsa Indonesia. Adanya dua pandangan yang berbeda tersebut menciptakan dua bentuk perjuangan sebagai reaksi dari kedatangan Sekutu di Indonesia.

Golongan pemuda dalam mengekspresikan reaksi mereka memilih jalur peperangan sebagai cermin perasaan protes terhadap upaya sekutu untuk menguasai Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanggapan tersebut lebih bersifat nasionalisme, mereka terlalu kuat mempertahankan sikap sebagai suatu bangsa yang merdeka dan tidak boleh diusik oleh pihak lain.

Sedangkan reaksi pemerintah ditunjukkan melalui negosiasi.

Perlawanan Rakyat Terhadap Sekutu

Di bawah ini berbagai perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dilansir dari Campusnancy.blogspot.com:

1. Pertempuran di Surabaya (10 November 1945)
Pada tangggal 25 Oktober 1945, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigjen AWS. Mallaby tiba di Surabaya. Saat itu juga, pasukan Inggris menyerbu dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Selain itu, pasukan Inggris juga menyebar selebaran yang memerintahkan kepada semua orang Indonesia untuk menyerahkan senjata. Bila tidak mengindahkan himbauan itu akan diancam hukuman mati.

Rakyat pun menolak himbauan Sekutu dan melakukan perlawnan. Pada tanggal 31 Oktober 1945. Terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigjen Mallaby tewas di Bank Internio (Jembatan Merah). Dan penggantinya Mayjen Mansergh, mengeluarkan ultimatum: Bahwa siapa yang membunuh Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan Sekutu akan menyerang Kota Surabaya.

PELAJARI:  Jenis-jenis Lembaga Sosial

Karena ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, maka pasuka Sekutu Kota Surabaya. Dibawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo, rakyat melakukan perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, tiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

2. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)
Pertempuran ini terjadi karena Sekutu di bawah pimpinan Brigjen. TED Kelly dan pimpinan NICA yaitu Raymond Westerling melakukan berbagai tindakan yang membuat marah rakyat, diantaranya:

– Membebaskan tawanan Belanda dan mempersenjatai KNIL (10 Oktober 1945)
– Melarang rakyat membawa senjata (18 Oktober 1945)
– Menduduki tempat penting dan menyerang Medan (10 Desember 1945)

Karena tindakan tersebut maka rakyat Medan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Sekutu, hal ini yang menyebabkan terjadinya peristiwa Medan Area.

3. Pertempuran Ambarawa (15 Desember 1945)
Pertempuran Ambarawa terjadi karena Sekutu yang dipimpin Brigjen Bethel yang diboncengi NICA dengan sepihak membebaskan tawanan Sekutu yang ada di Magelang dan Ambarawa. Tindakan Sekutu ini dianggap telah melanggar kedaulatan RI. Setelah TKR mengadakan konsolidasi, Divisi V Kolonel Sudirman memperkuat wilayah Ambarawa dengan taktik Supit Urang yaitu dengan menyerang dari berbagai arah. Terjadilah pertempuran yang dahsyat pada tanggal 15 Desember 1945. Dalam pertempuran ini, TKR dibantu kesatuan-kesatuan dari daerah lain, yaitu dari Surakarta dan Salatiga. Pertempuran Ambarawa dimenangkan pihak TKR. Namun dalam tertempuran tersebut, Kolonel Isdiman gugur dan diperingati sebagai Hari Infanteri.

4. Pertempuran di Manado (Peristiwa Bendera)
Untuk menyambut kemerdekaan, rakyat Manado segera mengambil alih kekuasaan dari pihak Jepang dan mengibarkan Sang Merah Putih. Kebahagiaan rakyat Minahasa dikejutkan dengan kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indische Civil Administration) yang melarang rakyat mengibarkan bendera Merah Putih. Mereka memaksa rakyat mengibarkan bendera merah putih biru (bendera Belanda). Pada tanggal 14 Februari 1946 pukul 01.00, sejumlah tentara KNIL (Komenlijk Netherland Indische Large) yang setia kepada RI menyerang Belanda dan Sekutu, serta berhasil melucuti senjata dan menyobek warna biru sehingga tinggal merah putih. Saat itu pemimpin TKR adalah Ch. Taulu, Wuisan, dan J. Kaseger.

PELAJARI:  COTT Lembaga Asean yang Mengurusi Masalah Apa?

5. Peristiwa Bandung Lautan Api
Sejak bulan Oktober 1945, pasukan AFNEI memasuki Kota Bandung. Ketika itu TKR bersama rakyat sedang berjuang merebut senjata dari tangan Jepang. AFNEI menuntut kepada pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata dan disusul ultimatum yang memerintahkan TKR menginggalkan Kota Bandung Utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945. Namun, ultimatum tersebut tidak dipedulikan oleh TKR dan rakyat Bandung.

TKR yang dipimpin Arudji Kartawinata melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Keadaan itu berlanjut sampai memasuki tahun 1946. Untuk kedua kalinya pada taggal 23 Maret 1945, AFNEI mengeluarkan ultimatum agar TRI meninggalkan Kota Bandung. Bersamaan dengan itu sehari sebelumnya, pemerintah RI dari Jakarta mengeluarkan perintah yang sama. Akhirnya TRI Bandung patuh terhadap pemerintah meskipun dengan berat hati. Sambil mengundurkan diri, TRI membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Dalam pertempuran di Bandung, M. Thoha gugur.

6. Puputan Margarana
Latar belakang pertempuran ini adalah akibat dari ketidakpuasan akan hasil Perjanjian Linggarjati. Perlawanan rakyat Bali ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 18 November 1946 tentara Ngurah Rai atau pasukan Ciung Wanara menyerang Tabanan. Belanda membalas serangan tersebut dengan menyerang Bali dan Lombok. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan I Gusti Ngurah Rai melaksanakan perang puputan atau perang sampai mati. Perang besar-besaran ini terjadi di Margarana. Dan pada tanggal 29 November 1946 I Gusti Ngurah Rai gugur.