ASTALOG.COM – Kita sudah sering mendengar istilah tata surya. Tata surya merupakan kumpulan benda langit yang terdiri dari matahari sebagai pusatnya, dan diikuti oleh planet-planet serta benda langit lainnya seperti satelit, asteroid, meteoroid, dan komet yang menjadi penyusun dari sistem tata surya tersebut.
Sebagai pusat dari tata surya, matahari yang terdiri dari gas hidrogen akan dikelilingi oleh planet-planet dan benda langit lainnya dalam suatu lintasan tata surya yang berbentuk elips.
Cahaya matahari yang kita lihat di bumi ini berwarna bening, sebenarnya adalah perpaduan dari beberapa warna yang meliputi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (mejikuhibiniu).
Warna bening itu adalah hasil dari penguraian warna yang dikenal dengan istilah spektrum warna. Sedangkan cahaya matahari yang terpancar berasal dari energi yang dihasilkan oleh reaksi nuklir dimana reaksi ini menggabungkan antara atom-atom hidrogen menjadi atom helium. Reaksi ini dikenal dengan istilah reaksi fusi.
Hipotesis tentang Asal Usul Tata Surya
Lalu apakah kalian tahu mengenai asal usul tata surya itu sendiri? Untuk lebih memahaminya, kita bisa menelusurinya berdasarkan sejumlah hipotesis tentang tata surya yang dikemukakan oleh ahli yang kompeten di bidang ini, antara lain :
1. Hipotesis Nebula
Hipotesis yang dikenal dengan nama Nebula Kant – Laplace ini pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg di tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant di tahun 1775. Kemudian di tahun 1796, hipotesis ini dikembangkan lagi oleh Pierre Marquis de Laplace. Isi hipotesis ini :
Pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari).
Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar.
2. Hipotesis Planitisimal
Hipotesis ini dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton di tahun 1900. Isi hipotesis ini :
Tata surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan Matahari, pada masa awal pembentukan Matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan Matahari, dan bersama proses internal Matahari, menarik materi berulang kali dari Matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari Matahari.
Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.
3. Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis ini dikemukakan oleh James Jeans di tahun 1917. Isi hipotesis ini :
Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada Matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari Matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.
Tetapi, hipotesis ini dibantah oleh Harold Jeffreys di tahun 1929 yang menyatakan bahwa peristiwa tabrakan itu hampir tidak mungkin terjadi. Begitupun Henry Norris Russels yang keberatan atas hipotesis ini.
4. Hipotesis Kondensasi
Hipotesis ini dikemukakan oleh G.P. Kuiper di tahun 1950. Isi hipotesis ini :
Tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
5. Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis ini dikemukakan oleh Fred Hoyle di tahun 1956. Isi hipotesis ini :
Dahulunya tata surya kita berupa 2 bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
6. Hipotesis Protoplanet
Hipotesis ini dikemukakan oleh Carl Van Weizsaecker, G.P. Kuipper, dan Subrahmanyan Chandarasekar. Isi hipotesis ini :
Di sekitar matahari terdapat kabut gas yang membentuk gumpalan-gumpalan yang secara evolusi berangsur-angsur menjadi gumpalan padat. Gumpalan kabut gas tersebut dinamakan protoplanet.
Karakteristik Matahari
Setelah kita memahami tentang teori asal usul tata surya yaitu matahari, maka kita pun perlu mengetahui tentang karakteristik matahari.
Berdasarkan gambar di atas, matahari yang berdiamater 1.392.684 km dan massa sekitar 2×1030 kg, memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Zona radiasi : terdapat pada kurang lebih di bawah 0,7 radius matahari, material matahari cukup panas dan padat sampai-sampai radiasi termal adalah cara utama untuk mentransfer energi dari inti.
- Zona konveksi : terdapat di lapisan terluar matahari, dari permukaannya sampai kira-kira 200.000 km di bawahnya (70% radius Matahari dari pusat), suhunya lebih rendah daripada di zona radiasi dan atom yang lebih berat tidak sepenuhnya terionisasikan.
- Kromosfer : selubung gas berwarna kemerah-merahan.
- Fotosfer : lapisan cahaya putih merah yang menyelubungi permukaan matahari.
- Korona : lapisan terluar matahari yang berwarna putih. Dapat dilihat pada saat gerhana matahari.
- Prominens : bagian matahari yang menyerupai lidah api yang sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari bagian permukaan serta seringkali berbentuk loop (putaran).
- Bintik hitam noda matahari : granula-granula cembung kecil yang ditemukan di bagian fotosfer Matahari dengan jumlah yang tak terhitung.