ASTALOG.COM – Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan cukup banyak biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Dan untuk menghindari dari kebrangkrutan, maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Salah satu cara untuk mendapatkan dana yaitu dengan menerapkan aturan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Indonesia.
Pengertian Tanam Paksa
Istilah tanam paksa berasal dari Bahasa Belanda, yaitu Cultuurstelsel (sistem penanaman atau aturan tanam paksa). Pencetus ide tanam paksa dan sekaligus pelaksana aturan tanam paksa di Indonesia adalah Johannes Van Den Bosch yang kemudian diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Tanam Paksa atau Cultuurstelsel merupakan sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi Belanda. Tanam paksa adalah peraturan mempekerjakan seseorang dengan paksa tanpa diberi gaji dan tanpa istirahat, sehingga sangat merugikan pekerja dan menyengsarakan. Sistem Tanam Paksa telah menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia.
Isi Aturan Tanam Paksa
Adapun isi aturan tanam paksa adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
2. Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultturstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
3. Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perusahaan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
4. Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan.
5. Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
6. Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung oleh pemerintah Belanda.
7. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.
Dampak Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut
1. Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)
a. Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
b. Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
c. Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
d. Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e. Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi penyakit busung lapar (hongorudim) di mana-mana.
2. Bagi Belanda.
Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:
a. Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
b. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
c. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
d. Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
e. Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
f. Perdagangan berkembang pesat.
Ketentuan Sistem Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa, terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22, lebih kurang 4 tahun setelah pelaksanaan sistem tanam paksa. Ketentuan pokok sistem tanam paksa, antara lain:
1. Orang-orang Indonesia akan menyediakan sebagiandari tanah sawahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasar Eropa seperti kopi, teh, tebu, dan nila. Tanah yang diserahkan itu tidak lebih dari seperlia dari seluruh sawah desa
2. Bagian tanah yang disediakan sebanyak seperlima luas sawah itu bebas dari pajak
3. Pekerjaan untuk memelihara tanaman tersebut tidak boleh melebihi lamanya pekerjaan yang diperlukan untuk memelihara sawahnya sendiri;
4. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Belanda dan ditimbang.
5. Terdapat pembagian tugas yang jelas, yaitu ada yang bertugas menanam saja, ada yang memungut hasil, ada yang bertugas mengirim hasil ke pusat, dan ada yang bekerja di pabrik.
6. Tanaman yang rusak akibat bencana alam, dan bukan akibat kemalasan atau kelalaian rakyat, maka akan ditangggung oleh pihak pememrintah
7. Bagi para penduduk yang tidak mempunyai tanah akan dipekerjakan pada perkebunan milik pemerintah selama 65 hari dalam setahun
8. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pegawai-pegawai pribumi, dan pihak pegawai Eropa hanya sebagai pengawas.