Latar Belakang Perjanjian Roem Royen

ASTALOG.COM – Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian dalam perjuangan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dimulai pada tanggal 7 Mei 1949 dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Perjanjian ini dinamakan “Roem – Royen” karena orang yang menyatakan pernyataan dalam perundingan ini ialah Mr. Moh. Roem, Ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen, Ketua delegasi Belanda.

 

Isi Perjanjian Roem Royen
Pada tanggal 7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem, Ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen, Ketua delegasi Belanda. masing-masing membuat pernyataan sebagai berikut

1. Pernyataan Mr. Moh Roem
a. Mengeluarkan perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilyanya
b. Bekerjasama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatanyang sungguh-sungguh dan lengkapKepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.

 

2. Pernyataan Dr.Van Royen
a. Menyetujui kembalinnya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1928 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik.
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

PELAJARI:  Akibat Bila Tubuh Kekurangan Protein

Latar Belakang Terbentuknya Perjanjian Roem Royen
Terbentuknya perjanjian ini dikarenakan beberapa hal yang juga menjadi latar belakang dari terbentuknya perjanjian ini.

Serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan penahanan kembali para pemimpin Republik Indonesia yang mendapatkan kecamanan dari dunia Internasional. Semenatara itu, selama Agresi Militer II Belanda melancarkan propaganda bahwa TNI sudah hancur. Propaganda itu dapat dibuyarkan oleh serangan secara terorganisasi ke Ibukota Yogykarta. Belanda terus-menerus mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, sehingga bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan akan diselenggarakan di Den Haag, Belanda yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB).

Sebelum KMB, diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 17 April sampai dengan 7 Mei 1948. Perundingan yang dipimpin oleh Marle Cochran wakil Amerika serikat dalam UNCI. Delegasi Indonesia yang diketuai oleh Moh. Roem dengan anggotanya Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Yang bertindak sebagai penasihat adalah Sutan Syahrir, Ir. Laok, dan Moh Natsir. Sedangkan Delegasi Belanda diketuai oleh Dr. J.H. Van Royen dengan anggota Bloom, Jacob, dr. Van, dr Vede, Dr. P.J Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr Gieben. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Roem Royen Statement. Sebelum Perjanjian

PELAJARI:  Jelaskan Sistem Pemerintahan Indonesia

Terjadinya Agresi Militer Belanda II menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI (United Nations Commission for Indonesia). UNCI dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda.

Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk pelaksanaan membantu perundingan antara Republik Indonesia dan Belanda. Dalam pelaksanaan tugas tersebut akhirnya berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan, delagasi Indonesia diketuai Mr Moh Roem sedangkan Belanda oleh Br Van Royen.Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta yang diketuai oleh Merle Cochran, wakil Amerika Serikat dalam UNCI.

PELAJARI:  Negara Penghasil Beras Terbesar di Asia Tenggara

Dalam perundingan selanjutnya Indonesia diperkuat Drs Moh Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut akhirnya di-tandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.

Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).