ASTALOG.COM – Pengaruh Hindu di Indonesia awalnya dibawa oleh pendeta dan kaum Brahmana dari India. Selain itu, adanya aktivitas perdagangan yang telah berlangsung di masa itu turut memberikan andil dalam penyebaran pengaruh Hindu di Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari India.
Peristiwa ini berlangsung sekitar abad ke-5 M. Bukti sejarah yang menguatkan hal ini adalah dengan ditemukannya beberapa prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa atau Pallava.
Aksara Pallawa merupakan aksara yang berasal dari India Selatan. Aksara ini sangat penting untuk sejarah di Indonesia karena aksara ini merupakan aksara dari mana aksara-aksara di Nusantara diturunkan.
Masuknya pengaruh Hindu juga dapat diterima di kerajaan-kerajaan di Nusantara saat itu sehingga terdapat beberapa kerajaan besar di Nusantara yang terkenal sebagai kerajaan bercorak Hindu.
Ada pun kerajaan yang bercorak Hindu dan terbesar di Indonesia, yaitu :
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai atau Kutai Martadipura yang berdiri sekitar abad ke-4 M merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman yang berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Kudungga yang bergelar Dewawarman. Kemudian di masa pemerintahan Maharaja Mulawarman (Raja ke-3) yang merupakan cucu dari Kudungga dan putra dari Maharaja Aswawarman (Raja ke-2), kerajaan ini mencapai masa kejayaannya.
Bukti kejayaannya tertulis dalam prasasti berbentuk yupa (tugu tertulis) yang ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dalam bahasa Sanskerta. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang ke-21, yaitu Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
2. Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara yang berdiri sekitar abad ke-4 M merupakan kerajaan bercorak Hindu aliran Wisnu yang terletak di dekat aliran sungai Citarum, Bogor, Jawa Barat.
Penamaan ‘Tarumanagara’ sendiri berasal dari kata ‘Taruma’ atau ‘Tarum’ yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat, sedangkan kata ‘Nagara’ artinya negara atau kerajaan.
Berdasarkan catatan sejarah, diketahui bahwa Purnawarman adalah Raja Tarumanagara yang terkenal. Dalam suatu catatan dituliskan bahwa di tahun 417 M ia telah memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km) . Selesai penggalian, ia mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Kerajaan Tarumanagara telah meninggalkan 7 prasasti yang menerangkan tentang keberadaan dan perkembangan kerajaan ini, dimana semuanya ditulis dalam huruf Pallawa berbahasa Sanskerta, yaitu :
- Prasasti Kebun Kopi, ditemukan di Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi
- Prasasti Cidanghyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Pandeglang, Banten
- Prasasti Ciaruteun, di Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, di Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, di Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, di Citeureup, Bogor
3. Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno disebut pula kerajaan Medang. Hal ini berdasarkan beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa kerajaan Mataram Kuno yang terletak di pedalaman Jawa Tengah beribu kota di Medang Kawulan. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-8 M. Lalu pada sekitar abad ke-10 M, kerajaan ini pindah ke Jawa Timur.
Berdasarkan prasasti Mantyasih, telah disebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya atau Sanjaya. Setelah ia meninggal di tahun 746 M, ia digantikan oleh Rakai Panangkaran yang bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran.
Setelah pemerintahan Rakai Panangkaran, Kerajaan Mataram Kuno pecah menjadi 2. Satu kerajaan dipimpin oleh dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan berkuasa di Jawa Tengah bagian utara. Satu kerajaan dipimpin dinasti Syailendra yang beragama Buddha dan berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan.
Perpecahan di Kerajaan Mataram Kuno disatukan kembali melalui ikatan perkawinan antara Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya dan Pramudya Wardhani dari dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, Kerajaan Mataram Kuno menjadi aman dan makmur. Umat Buddha dan Hindu hidup rukun dan damai.
Kemudian, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung (898 – 910 M) yang semakin meluaskan wilayah kekuasaannya ke seluruh penjuru Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kerajaan Mataram Kuno telah meninggalkan banyak peninggalan berupa :
- Candi : Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh wangsa Syailendra ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.
- Prasasti : Prasasti Canggal, Prasasti Mantyasih (Balitung), Prasasti Kalasan Prasasti Kelurak, dan Prasasti Karangtengah.