Proses Peradilan di Indonesia

ASTALOG.COM – Apakah kamu sudah apa itu sistem peradilan? Jika ya, maka kami berikan terlebih dahulu definisi dari peradilan.

Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum (rechstaate), masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan, Indonesia mendasarkan setiap kegiatan dan kebijaksanaan pada hukum yang berlaku. Hukum itu penting bagi kehidupan manusia untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

 

Pada umumnya, hukum diartikan sebagai peraturan atau tata tertib yang mempunyai sifat memaksa, mengikat, dan mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainya dalam masyarakat dengan tujuan manjamin keadilan dan ketertiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Hukum merupakan auatu alat untuk menciptakan tatanan suatu kelompok bangsa, negara dan secara partikularnya suatu komunitas manusia yang mendiami suatu tempat atau wilayah.

Sistem hukum di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum di Eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut mengacu pada Hukum Eropa, khususnya Belanda. Hal ini berdasarkan fakta sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas wilayah jajahan Belanda. Hukum agama juga merupakan sistem hukum di indonesia karena sebagian besar masyarakat indonesia menganut agama islam, maka hukum islam lebih banyak di terapkan, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.

 

Sementara hukum adat merupakan aturan-aturan masyarakat yang di pengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara dan di wariskan secara turun temurun.

Peradilan di Indonesia

Di Indonesia, ada tiga kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan. Kekuasaan-kekuasaan tersebut diantaranya ialah:
– Eksekutif
– Legislatif
– Yudikatif

Nah, lembaga-lembaga peradilan termasuk ke dalam kekuasaan yudikatif atau kehakiman.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, yaitu menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselengaranya negara hukum republik indonesia. Kekuasaan kehakiman pada hakikatnya bebas dari intervensi atau pengaruh pihak lain atau lembaga lain. Peranan pokok kekuasaan kehakiman adalah menerima, memeriksa, dan mengadili seta menyelesaikan setiap perkara yag diajukan.

PELAJARI:  Isi Pokok Surah Al-Fatihah

Dalam mengadili dan menyelesaikan setiap perkara, kekuasaan kehakiman harus bebas, yaitu bebas untuk mengadili dan bebas dari pengaruh siapapun. Adapun ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman di indonesia diatur dalam undang-undang no.4 tahun 2004. Lembaga peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini menunjukan bahwa, selain peradilan negara, tidak diperbolehkan ada peradilan yang bukan dilakukan oleh badan peradilan negara.

Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Setiap putusan pengadilan menghasilkan putusan akhir. Dalam hal ini, setiap putusan akhir pengadilan harus dapat diterima dan dilaksanakan untuk memberi kekuatan pelaksanaan putusan. Proses peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biayanya ringan. Peradilan sederhana maksudnya peraturanya sederhana untuk dipahami, dan tidak berbelit-belit. Cepat berarti tidak berlarut-larut proses penyelesaiannya. Pengadilan dengan biaya ringan berarti tidak membebankan kepada pihak-pihak perkara. Pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membedakan status seseorang.

Di depan hukum, semua orang sama. Pengadilan tidak hanya mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi mengadili menurut hukum. Kekuasaan ini memberikan kebebasan lebih besar kepada hakim. Meskipun demikian, kebebasan kehakiman bersifat pasif. Dengan kata lain, hakim bersikap menunggu datangnya atau diajukannya sebuah perkara. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan alasan bahwa hukumannya tidak jelas atau kurang jelas.

Untuk lebih menjamin objektivitas kekuasaan kehakiman, sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Terbuka untuk umum berarti setiap orang dapat menghadiri sidang. Kehadiran pengunjung di persidangan merupakan kontrol sosial. Akan tetapi, ini tidak berarti setiap pengunjung dapat mengajukan protes atau mengajukan keberatan terhadap keputusan hakim.

Semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara dengan majelis yang sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang. Tujuan ketentuan tersebut adalah untuk lebih mejamin rasa keadilan. Asas keadlian ini tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang dilakukan oleh hakim tunggal.

Para pihak yang berperkara atau terdakwa mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan alasan-alasan putusan. Putusan pengadilan harus objektif dan berwibawa. Oleh karena itu, alasan merupakan pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat atas putusan itu.

PELAJARI:  Cara Kerja Kertas Lakmus

Badan Peradilan

Kekuasaan kehakiman tertinggi di indonesia dilakukan oleh mahkamah agung. Badan peradilan yang berada di bawah peradilan mahkamah agung meliputi badan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

1. Peradilan Umum

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh peradilan negeri, pengadilan tinggi, dan keputusan kasasi oleh mahkamah agung. Mahkamah agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan.

Pengadilan negeri berkedudukan di kota atau di ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota dan kabupaten. Sementara pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.

Susunan pengadilan negeri terdiri atas pimpinan (ketua dan wakil ketua), hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Juru sita tidak terdapat di pengadilan tinggi. Juru sita bertugas melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua sidang dengan cara menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, dan melakukan penyitaan.

Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata tingkat pertama. Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir.

2. Peradilan Agama

Peradilan agama yang dimaksud, yaitu peradilan agama islam. Kekuasaan kehakiman dalam peradilan agama dilakukan oleh pengadilan gama yang terdiri atas badan peradilan tingkat pertama dan badan peradian tingkat banding. Pengadilan agama mempunyai daerah hukum yang sama dengan pengadilan negeri, mengingat pelaksanaan putusan pengadilan agama masih memerlukan pengukuhan dari pengadilan negeri. Jadi, pengadilan agama terdapat di setiap kota kabupaten dan kota.

Tugas dan wewenang pengadilan agama pada pokoknya adalah memeriksa dan memutus sengketa antar orang-orang yang beragama islam mengenai bidang hukum perdata tertentu yang harus di putus berdasarkan syariat islam. Oleh karena itu, berlakuknya hukum terbatas pada orang-orang beragama islam. Perkara-perkara pengadilan agama dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. perkara yang tidak mengandung sengketa;

b. permohonan fatwa pembagian warisan pada umumnya bukan merupakan sengketa; serta

c. perkara perselisihan pernikahan. Pada 29 desember 89’, disahkan undang-undang peradilan agama, yaitu UU no.7 tahun 89’. Semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai peradilan agama dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan undang-undang peradilan agama belum di keluarkan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa peradilan bagi orang-orang beragam islam. Wewenang peradilan agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata antara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf, dan shadaqoh.

PELAJARI:  Tradisi Megalitik

3. Peradilan Militer

Susunan sidang mahkamah militer dan mahkamah tinggi terdiri atas tiga orang hakim, seorang oditur, jaksa tentara, dan sorang panitera. Peradilan militer mempunyai wewenang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang anggota militer sebagai berikut:

a. seseorang yang pada waktu melakukan keahatan tau pelanggaran berstatus anggota militer.

b. seseorang yang pada waktu melakukan kejahatan atau pelanggaran undang-undang atau peraturan pemerintah ditetapkan sama dengan anggota militer.

c. seseorang yang pada waktu melakukan kejahatan atau pelanggaran adalah anggota suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap sebagai anggota militer.

d. seseorang yang tidak termasuk hal-hal tersebut, tetapi atas ketetapan menteri pertahanan dengan persetujuan menteri kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Mahkamah militer mengadili dalam tingkat pertama perkara-perkara tingkat kejahatan dan pelanggaran, apabila terdakwa atau salah satu terdakwa pada waktu melakukan perbuatan adalah perwira berpangkat di bawah kapten.

Mahkamah militer tinggi memutus di tingkat pertama perkara kejahatan dan pelanggaran, apabila terdakwa atau salah satu terdalwa pada waktu melakukan perbuatan adalah perwira yang berpangkat mayor ke atas.

Dalam peradilan tingkat kedua, mahkamah militer tinggi memeriksa dan memutus semua perkara yang telah di putus oleh mahkamah militer oleh daerah hukumnya yang dimintakan pemeriksaan ulang. Dalam tingkat pertama dan terakhir, mahkamah militer tinggi memeriksa dan memutus perselisihan tentang kekuasaan mengadili antara beberapa mahkamah militer dalam daerah hukumanya.

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Pada desember 1986, telah disahkan undang-undang no.5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara yang merupakan pengadilan tingkat pertama dalam pengadilan tinggi tata usaha negara. Setiap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan kasasi dari mahkamah agung.