ASTALOG.COM – Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa Bira kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba.
Pinisi sebenarnya merupakan nama layar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Dua tiang layar utama tersebut berdasarkan 2 kalimat syahadat dan tujuah buah layar merupakan jumlah dari surah Al-Fatihah.
Pengertian Phinisi
Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunardengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia.
Lokasi Pembuatan Kapal Pinisi
Banyak tempat pembuatan perahu Pinisi di wilayah Sulawesi Selatan, tetapi yang sangat terkenal berlokasi di Kabupaten Bulukumba yaitu pada poros perjalan antara kota Bulukumba ke pantai Tanjung Bira.
Pusat Kerajinan Perahu Pinisi terletak di Kelurahan Tana Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.
Tana Beru sebagai Pusat Kerajinan Perahu Pinisi terletak sekitar 176 kilometer dari Kota Makassar atau 23 kilometer dari Kota Bulukumba. Perjalanan dari Kota Bulukumba ke Tana Beru dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi maupun angkutan umum.
Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Pembuatan perahu Pinisi cukup unik, karena proses pembuatannya memadukan keterampilan teknis dengan kekuatan magis.
Tahap pertama dimulai dengan penentuan hari baik untuk mencari kayu (bahan baku). Hari baik untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke-5 dan ke-7 pada bulan yang sedang berjalan.
Angka lima sendiri menyimbolkan naparilimai dalle‘na, yang berarti rezeki sudah di tangan, sedangkan angka tujuh menyimbolkan natujuangngi dalle‘na, yang berarti selalu mendapat rezeki.
Tahap selanjutnya adalah menebang, mengeringkan dan memotong kayu. Kemudian kayu atau bahan baku tersebut dirakit menjadi sebuah perahu dengan memasang lunas, papan, mendempulnya dan memasang tiang layar. Tahap terakhir adalah peluncuran perahu ke laut.
Tiap-tiap tahap tersebut selalu diadakan upacara-upacara adat tertentu. Sebelum perahu Pinisi diluncurkan ke laut, terlebih dahulu dilaksanakan upacara Maccera Lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan penyembelihan binatang.
Jika Perahu Pinisi itu berbobot kurang dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor kambing, dan jika bobotnya lebih dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor sapi.
Ada dua jenis kapal pinisi, jenis pertama adalah Lamba atau Lambo yang merupakan pinisi modern yang sudah dilengkapi dengan motor diesel (mesin). Sementara jenis kedua adalah Palari yang merupakan bentuk awal pinisi dengan ukuran lebih kecil dari Lamba. Umumnya ukuran kapal tidak terlalu besar. Hanya berukuran panjang antara 10-15 meter dengan daya angkut hingga 30 ton saja. Secara fungsional kapal pinisi digunakan untuk mengangkut barang dagangan atau sebagai kapal nelayan untuk mencari ikan. Namun sekarang tidak sedikit yang menggunakan kapal pinisi sebagai kapal pesiar mewah. Sebagai kapal pesiar tentu ukurannya akan jauh lebih besar daripada yang digunakan untuk mengangkut barang.
Lama Pembuatan Kapal Pinisi
Proses pembuatan kapal pinisi yang dilakukan secara tradisional di Tanjung Bira ini memakan waktu yang tidak sebentar. Rata-rata pembuatan kapal membutuhkan waktu antara setengah tahun hingga satu tahun tergantung dari ukuran dan tingkat kerumitan kapal.