Latar Belakang Lahirnya Agama Buddha

ASTALOG.COM – Buddha menjadi salah satu agama atau keyakinan yang diakui keberadaannya di dunia. Penganut agama ini juga banyak, terutama di negara-negara kawasan Asia. Berdasarkan catatan sejarah, agama Buddha mulai berkembang di abad ke-6 SM (Sebelum Masehi) yang ditandai dengan kelahiran sang Buddha Siddharta Gautama. Ia lahir di sebuah kota di selatan pegunungan Himalaya yang terletak di Nepal selatan bernama Lumbini. Ia berasal dari suku Sakya di masa awal Magadha (546 – 324 SM). Ia juga dikenal dengan julukan ‘Sakyamuni‘ yang secara harfiah berarti ‘orang bijak dari kaum Sakya‘.

Buddha merupakan salah satu agama tertua yang masih dianut oleh banyak orang di dunia ini. Perkembangan agama Buddha sendiri dipengaruhi dengan adanya unsur kebudayaan India, helenistik Yunani, Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Meskipun begitu, perkembangannya juga ditandai dengan banyaknya aliran dan perpecahan. Di antaranya, aliran Theravada, Mahayana, dan Vajrayana. Dibalik adanya perpecahan dan aliran dalam agama Buddha, apa yang melatarbelakangi kelahiran agama Buddha?

PELAJARI:  Siklus Hidup Cacing Pipih
 

LATAR BELAKANG KELAHIRAN AGAMA BUDDHA

  1. Kondisi sosial politik di India yang pada saat itu sangat memprihatinkan, dimana pada saat itu banyak rakyat yang menderita sedangkan kehidupan Raja di Istana sangat mewah.
  2. Ketidakpuasan terhadap doktrin Brahmana. Ketika agama Hindu berkembang dengan pesat, ketamakan kaum Brahmana makin menjadi-jadi karena hanya mereka yang mampu membaca serta menyelenggarakan berbagai upacara keagamaan. Mereka pun mulai mengkomersilkan profesinya secara berlebihan. Upah yang diminta tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga masyarakat mulai jenuh dengan tingkah laku mereka.

4 KEBENARAN UTAMA DALAM AJARAN BUDDHA

  1. Dukha, artinya: lahirnya manusia, menjadi tua dan meninggal dunia.
  2. Samudaya, artinya: penderitaan itu di sebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu.
  3. Nirodha, artinya: penderitaan dapat dihilangkan, dengan hati ikhlas dan hawa nafsu ditahan.
  4. Magga, artinya jalan, dimana Buddha mengemukakan 4 tingkatan jalan yang harus dilalui, yaitu: Sila (Kebaikan), Samadhi (Perenungan), Panna (Pengetahuan), dan Wimukti (Kelepasan).
PELAJARI:  Negara-negara di Semenanjung Skandinavia
 

3 ALIRAN UTAMA DALAM AGAMA BUDDHA

Seperti yang telah diungkapkan di atas, dalam perkembangannya, agama Buddha mengalami perpecahan dan aliran. Ada 3 aliran utama yang memiliki banyak pengikut, yaitu:

  1. Theravada merupakan aliran tertua Agama Buddha yang masih bertahan. Aliran ini pertama kali ditemukan di India. Ajarannya termasuk konservatif, dan secara menyeluruh merupakan ajaran yang paling mendekati dengan ajaran agama Buddha pada awalnya. Penganut aliran Buddha Theravada bisa ditemui di Srilanka (70%), Bangladesh, dan sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara, seperti: Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
  2. Mahayana merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Walaupun asal usul keberadaan aliran Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India. Hal ini berdasarkan kemunculan naskah-naskah Mahayana pada catatan prasasti di India  yang dimulai pada abad ke 5. Dalam perkembangannya, aliran Mahayana menyebar ke seluruh Asia Timur seperti: Cina, Jepang, Korea, dan Vietnam.
  3. Vajrayana adalah ajaran yang berkembang dari aliran Buddha Mahayana, yang memiliki kesamaan filosofi, namun berbeda dalam hal praktik. Dalam aliran Vajrayana, latihan meditasi sering di barengi dengan visualisasi. Di Indonesia, aliran ini lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun di beberapa negara (terutama di Asia), banyak sekali anggapan bahwa Vajrayana merupakan ajaran mistik dan penuh dengan kegaiban. Hal ini sebenarnya tidaklah benar. Sebab dalam aliran Vajrayana, terdapat banyak sekali metode dalam berlatih. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sekali praktisi Vajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan efek samping dari latihan yang sering mereka lakukan, namun hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, “Yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki.”
PELAJARI:  Apa Pengertian dari Saraf Simpatik, Saraf Parasimpatik, dan Sumsum Lanjutan ?