ASTALOG.COM – Perang dunia ke-2 yang berlangsung sekitar tahun 1939 hingga 1945 telah membawa perubahan besar dalam arah pergerakan nasional di Indonesia. Hal ini bermula di bulan Agustus 1940, ketika sebagian besar wilayah kekuasaan Belanda dikuasai oleh Jerman di bawah pimpinan tentara Nazi. Sebagai negara jajahan Belanda, Indonesia pun dinyatakan dalam keadaan perang.
Hal ini tentu saja mengundang sejumlah reaksi, khususnya dari gerakan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia menggunakan hukum tata negara dalam masa genting.
Akhirnya dibentuklah suatu komisi yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan tentang perubahan ketatanegaraan yang diinginkan oleh bangsa Indonesia yang diketuai oleh F.H. Visman dan dikenal sebagai ‘Komisi Visman’. Tetapi pembentukan komisi ini tidak mendapat sambutan yang baik dari pihak GAPI, sebab berdasarkan pengalaman terdahulu, komisi-komisi yang dibentuk Belanda tidak pernah membawa hasil yang menguntungkan bagi Indonesia.
Pada saat yang bersamaan, Jepang telah menduduki sebagian wilayah di beberapa negara Asia Tenggara. Ketika akhirnya Jepang berhasil menduduki Indonesia, kedudukan Belanda pun terancam. Dalam rangka menguasai Indonesia, Jepang menyerang markas-markas Belanda di Tarakan, Sumatra, dan Jawa. Akhirnya, pada 8 Maret 1942, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda, yaitu Letjen H. Ter Poorten atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Letjen Hitoshi Imamura selaku pimpinan tentara Jepang.
Penyerahan tanpa syarat ini ditandai dengan persetujuan Kalijati yang berlangsung di Subang, Jawa Barat. Isi persetujuan tersebut adalah :
Penyerahan hak atas tanah jajahan Belanda di Indonesia kepada pemerintahan pendudukan Jepang.
Meskipun tujuan kedatangan Jepang di Indonesia sama seperti Belanda, yaitu untuk menjajah, namun kedatangan Jepang di Indonesia dapat diterima dan disambut baik oleh bangsa Indonesia.
Adapun alasan yang melatarbelakangi sikap bangsa Indonesia yang baik terhadap kedatangan Jepang, yaitu :
- Jepang menyatakan bahwa kedatangannya di Indonesia tidak untuk menjajah, bahkan bermaksud untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda.
- Jepang melakukan propaganda melalui Gerakan 3A.
- Jepang mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang datang dengan maksud hendak membebaskan rakyat Indonesia.
- Adanya semboyan Hakoo Ichiu, yaitu dunia dalam satu keluarga dan Jepang adalah pemimpin keluarga tersebut yang berusaha menciptakan kemakmuran bersama.
Jepang dengan kampanye ‘Gerakan 3A‘ yang dipelopori oleh Shimizu Hitoshi semakin mengundang simpati yang besar dari bangsa Indonesia pada awalnya.
Isi dari gerakan 3A, yaitu :
- Jepang Pemimpin Asia
- Jepang Pelindung Asia
- Jepang Cahaya Asia
Sebenarnya gerakan 3A merupakan suatu bentuk propaganda kekaisaran Jepang di masa perang dunia ke-2. Gerakan ini bukanlah gerakan kebangsaan Indonesia, tetapi gerakan 3A dibuat dengan tujuan untuk memikat hati dan menarik simpati bangsa Indonesia agar mau membantu Jepang.
Karena pada akhirnya bangsa Indonesia menyadari akan hal itu, maka gerakan 3A pun dianggap kurang berhasil untuk menggerakkan bangsa Indonesia untuk membantu usaha tentara Jepang dalam mewujudkan tujuannya. Akhirnya gerakan yang didirikan pada 29 April 1942 dibubarkan, dan digantikan oleh gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pada 16 April 1943. PUTERA dipimpin oleh 4 serangkai, yaitu :
- Soekarno
- Moh. Hatta
- Ki Hajar Dewantoro
- K. H. Mas Mansyur
Tujuan PUTERA adalah untuk membujuk kaum nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini.
Lalu mengapa pemimpin-pemimpin bangsa yang dianggap non kooperatif seperti Soekarno dan Moh. Hatta pun mau bekerja sama dengan Jepang? Pertimbangannya saat itu adalah karena Jepang sedang dalam keadaan yang kuat, sedangkan Indonesia sedang dalam keadaan yang lemah. Untuk itu Indonesia membutuhkan bantuan Jepang agar dapat mewujudkan cita-cita seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Jepang sepertinya tak segan-segan untuk mencoba menarik simpati rakyat Indonesia. Setelah dibentuknya PUTERA, pada 1 Maret 1945 Jepang membentuk pula BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang lagi-lagi bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dengan menjanjikan bantuan dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Para kaum nasionalis sendiri termasuk Soekarno dan Moh. Hatta yang juga menjadi salah satu anggotanya, menganggap hal ini merupakan kesempatan besar untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia termasuk hal yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mewujudkan negara Indonesia yang merdeka atas usaha sendiri dan bukan merupakan ‘pemberian’ dari Jepang.