Orang yang Menyebarkan Agama Islam di Sulawesi Tengah

ASTALOG.COM – Masuknya Islam di Indonesia dipandang dalam berbagai sudut. Oleh karena itu, banyak sekali timbul pendapat mengenai kedatangan Islam di Indonesia. Proses Islamisasi di kepulauan Indonesia tidak berjalan dalam pola yang seragam. Jika Sumatera dan Jawa menggunakan pola yang hampir sama, tetapi di luar kedua pulau tersebut terjadi perbedaan yang mencolok.

Sebaiknya pemahaman terhadap masuknya Islam di suatu daerah, merujuk pada tiga pendapat tentang masuknya Islam pada suatu daerah yang dilihat dari,

 

1. Adanya seorang yang beragama Islam dari luar, masuk ke daerah tersebut.
2. Adanya orang (penduduk asli) di daerah tersebut yang memeluk Agama Islam.
3. Setelah ajaran agama Islam di terima sebagai agama kerajaan, sehingga agama Islam melembaga, kemudian di ikuti dengan proses Islamisasi.

PELAJARI:  Sebutkan 2 Hikmah Qurban

Berbicara tentang masuk dan berkembangnya Islam di Sulawesi Tengah, ada empat hal yang harus dijabarkan didalamnya, yakni proses masuknya, pembawa ajaran, penerimaan masyarakat, dan perubahan apa yang telah dihasilkan oleh perubahan itu sendiri. Proses masuknya, secara umum menggunakan jalur laut lalu baru melalui darat. Kemudian, pembawa ajaran tersebut disebut-sebut adalah orang Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Arab. Pada bagian lain juga, masyarakat Sulawesi Tengah menerima ajaran ini tanpa paksaan, dan paling menarik adalah perubahan yang dihasilkan oleh Islam itu sendiri.

 

Tokoh Penyebar Agama Islam di Sulawesi Tengah
Datuk Mangaji, bergelar Tori Agama, adalah seorang penyebar agama Islam di Sulawesi Tengah, khususnya di daerah Parigi dan sekitarnya. Ia dipercayai masyarakat setempat berasal dari Minangkabau, Sumatera. Raja Parigi (bahasa Kaili: Magau) yang bergelar Tori Kota (“Orang di Kota) dan putranya Magau Janggo (“Raja Berjanggut”) adalah yang pertama-tama masuk Islam dalam kerajaan tersebut, setelah menerima dakwah dari Datuk Mangaji.

PELAJARI:  Tokoh Munafik yang Terkenal dalam Sejarah Islam

Makam Datuk Mangaji terletak di dekat istana Parigi di Desa Parigimp’u, Parigi Barat, Sulawesi Tengah.

Masyarakat Sulawesi menerima para penyiar Islam Minangkabau ke tanah mereka. Lima orang datuk dari Minangkabau, Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro, Datuk Patimang, Datuk Karama serta Datuk Mangaji telah menyiarkan agama yang mereka anut sampai saat ini sejak akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17. Dalam Lontara Gowa, Lontara Tallo, dan Lontara Sukkuna Wajo, Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro, dan Datuk Patimang disebutkan berasal dari Koto Tangah, Payakumbuh Barat.

Kedatangan Islam membawa pembaharuan “peradaban” di Sulawesi Tengah. Masuknya Islam di Sulawesi Tengah diyakini sebagai tonggak awal modernisasi masyarakat Sulawesi Tengah. Perkembangan Islam di Sulawesi Tengah dibagi kedalam tiga periode yaitu, periode mistis, periode ideologi, dan periode ilmu pengetahuan. Periode mistis sebagai periode awal masuknya Islam di Sulawesi Tengah diriwayatkan pada abad ke XVII dengan datangnya rombongan dari Minangkabau yang kurang lebih berjumlah 50 orang di muara Teluk Palu (Karampe). Rombongan tersebut dipimpin oleh Abdullah Raqie yang kemudian dikenal sebagai Dato Karama. Beliau membawa serta istrinya yang bernama Ince Jille, iparnya yang bernama Ince Saharibanong, dan anaknya yang bernama Ince Dingko. Mereka datang dengan alat-alat kebesarannya seperti Bendera Kuning, Panji Orang-Orangan, Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula (Kulintang).