Yang Dimaksud Perjanjian Ekstradisi

ASTALOG.COM – Kata Ekstradisi berasal dari bahasa latin “extradere” (kata kerja) yang terdiri dari kata “ex” artinya keluar dan “Tradere” artinya memberikan (menyerahkan, kata bendanya “Extradio” yang artinya penyerahan.

Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.

 

Dilansir dari wikipedia, Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya.

Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya.

 

Prosedur Dan Implementasi Ekstradisi
Pada umumnya setiap negara merasakan perlunya kerjasama antara negara dalam upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan. Untuk tujuan tersebut masing-masing negara membuat Undang-undang Ekstradisi dan membuat Perjanjian Ekstradisi dengan negara lain. Indonesia mempunyai Undang-undang Ekstradisi No. 1 Tahun 1979 dan mempunyai Perjanjian Ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Philipina, Australia, Hongkong (sudah diratifikasi) serta Korea Selatan dan Singapura (belum diratifikasi).

PELAJARI:  Faktor yang Mendorong Berdirinya Perusahaan Asing di Indonesia Adalah

Melihat proses ekstradisi mulai dari awal sampai dengan dilakukannya penyerahan pelaku kejahatan dari Negara Diminta kepada Negara Peminta, ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilalui yaitu:
Tahap I: Pra Ekstradisi
Tahap II: Proses Ekstradisi
Tahap III: Pelaksanaan Ekstradisi

Contoh Perjanjian Ekstradisi
Contoh perjanjian ekstradisi adalah antara Indonesia dan Malaysia

Ditandatanganinya perjanjian ekstradisi pada tanggal 28 April 2007 di Istana Tampak Siring, Bali, merupakan babak baru untuk membuka hubungan antara Indonesia Singapura setelah proses panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun.Perjanjian berjalan cukup alot karena masing-masing pihak ingin mendapatkan perjanjian yang tidak meruplkan kedua belah pihak dan sejalan dengan kerangka hukum nasional.Ektradisi ini pada hakekatnya merupakan salah satu implementasi dari konvensi Internasional anti korupsi (UNCAC) dimana Indonesia telah meratifikasi, sementara Singapore baru menandatangani tetapi belum meratifikasi.

PELAJARI:  Cara Berbisnis Online dengan Menggunakan Media Sosial

Perjanjian ektradisi RI
Singapore pada hakekatnya adalah penjanjian dimana setiap pihak sepakat untuk mengektradisi kepada pihak lainnya, dimana setiap orang yang ditemukan berada diwilayah Pihak diminta dan dicari oleh pihak Peminta untuk tujuan penuntutan (diartikan termasuk penyidikan) atau penerapan pelaksanaan hukuman atas suatu kejahatan yang dapat diestradisikan yang dilakukan dalam yurisdiksi Pihak Peminta.

Poin-poin yang sangat penting dalam perjanjian ini adalah
1. Jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan adalah kejahatan yang ancaman pidananya sekurang-kurangnya 2 tahun dan memenuhi kriteria “double criminality”(Kejahatan yang diakui oleh hukum kedua negara). Terdapat 30 jenis Kejahatan yang memenuhi kriteria ini. (daftar jenis kejahatan terlampir). –

2. Dari sejumlah tindak pidana yang diekstradisikan diantaranya termasuk tindak pidana ekonomi yaitu korupsi, penyuapan, pemalsuan uang, kejahatan perbankan (perolehan kredit atau property melalui fraud terhadap bank), pelanggaran hukum perusahaan, kepailitan dan pencucian uang hasil korupsi. –

3. Selain 30 jenis kejahatan perjanjian ini juga menganut “open system” yang terbatas. Artinya Ketigapuluh satu daftar tersebut tidak bersifat tertutup dan memungkinkan adanya penambahan daftar tindak pidana baru, khususnya jenis jenis kejahatan baru.

PELAJARI:  Sebutkan Perangkat Organisasi Perseroan Terbatas?

4. Kedua belah pihak sepakat untuk tidak mempermasalahkan perbedaan kualifikasi kejahatan ataupun unsur-unsur kejahatan sepanjang hakekat keseluruhan kejahatan tersebut diakui oleh hukum kedua negara. –

5. Perjanjian ini diberlakukan surut (retroactive) dan dapat mencakup tindak kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisikan 15 tahun sebelum perjanjian ini berlaku setelah proses ratifikasi dilakukan parlemen kedua negara.

6. Perjanjian ini dapat menjangkau pelaku tindak kejahatan kedua negara yang melarikan diri dari wilayah juridiksi kedua negara tersebut. Dalam kaitan ini, disepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan.

Perjanjian menentukan bahwa negara diminta dapat menolak permintaan, apabila buronan tsb adalah warga negaranya. Namun hal ini tidak berlaku untuk kejahatan terorisme dan penyuapan serta kejahatan lain terkait korupsi. Dalam keadaan tertentu (urgen cases), penangkapan sementara dapat dilakukan atas permintaan negara peminta sejauh terdapat bukti-bukti yang memadai untuk melakukan penangkapan buronan yang dicari.