ASTALOG.COM – Dilansir dari wikipedia, Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda.
Pencetus Politik Etis
Pencetus politik etis (politik balas budi) ini adalah Van De Venter. Van Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan.
Menurut Van Deventer, ada tiga cara untuk memperbaiki nasib rakyat tersebut yaitu memajukan :
1. Edukasi (Pendidikan)
Dengan edukasi akan dapat meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sehingga dapat diajak memajukan perusahaan perkebunan dan mengurangi keterbelakangan. (Edukasi dilaksanakan, tetapi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan). Pendidikan dipisah- pisah antara orang Belanda, anak bangsawan, dan rakyat. Bagi rakyat kecil hanya tersedia sekolah rendah untuk mendidik anak menjadi orang yang setia pada penjajah, pandai dalam administrasi dan sanggup menjadi pegawai dengan gaji yang rendah.
2. Irigasi (pengairan)
Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah. Dalam bidang irigasi (pengairan) diadakan pembangunan dan perbaikan. Tetapi pengairan tersebut tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang milik rakyat, namun untuk mengairi perkebunan-perkebunan milik swasta asing dan pemerintah kolonial.
3. Emigrasi (pemindahan penduduk)
Dengan emigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa. Emigrasi juga dilaksanakan oleh pemerintah Belanda bukan untuk memberikan penghidupan yang layak serta pemerataan penduduk, tetapi untuk membuka hutan- hutan baru di luar pulau Jawa bagi perkebunan dan perusahaan swasta asing. Selain itu juga untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Pendukung Politikl Etis
Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai berikut.
1. Mr. P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan Ethis dalam Politik Kolonial).
2. K.F. Holle, banyak membantu kaum tani.
3. Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku
bangsa di Indonesia.
4. Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
5. Leivegoed, seorang jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
6. Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
7. Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar, Saya dan Adinda.