ASTALOG.COM – Pada zaman Paleolitikum yang berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu, manusia pada masa itu harus berjuang untuk kelangsungan hidupnya. Hidup mengembara sebagai pemburu, penangkap ikan, dan pengumpul bahan makanan seperti buah-buahan, umbi-umbian, dan bahan makanan lainnya, menjadi sebuah kebiasaan sehari-hari mereka, berusaha mengumpulkan makanan sebanyak-banyaknya.
Untuk melewati masa itu, manusia harus terus berinovasi agar tidak kalah dengan perubahan alam. Manusia pada zaman prasejarah khususnya zaman Paleolitikum berusaha melakukan semua itu dan salah satu peralatan hidup yang berhasil mereka buat dengan tujuan untuk mempermudah dalam berbagai aktivitas hidupnya adalah menggunakan kapak perimbas.
Penemuan Kapak Perimbas
Kapak perimbas pertama kali di temukan di Pacitan. Selain itu ada beberapa tempat penemuan kapak perimbas di wilayah lain seperti wilayah Lahat (Sumatra Selatan), Kalianda (Lampung), Awangbangkal (Kalimantan Selatan), Cabbege (Sulawesi Selatan), wilayah Sembiran dan Trunyan (Bali), di Batutring (Sumbawa), di Wangka, Maumere, dan di Ruteng (Flores), dan di wilayah Atambua, Kefanmanu, Noelbaki (NTT).
Pengertian Kapak Perimbas
Secara umum, kapak perimbas diartikan sebagai kapak yang tidak mempunyai tangkai; digunakan dengan cara menggenggamnya langsung oleh tangan. Kapak Perimbas sering dihubungkan dengan kapak genggam. Meski pun secara peristilahan hampir sama, akan tetapi kedua benda yang dimaksud adalah dua benda yang berbeda. Kapak Perimbas disebut juga chopper (kapak penetak).
Fungsi Kapak Perimbas
Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.
Fungsi praktisnya meliputi sebagai alat yang dipakai untuk menumbuk tanaman atau biji-bijian, memotong daging buruan, sebagai pisau, penyayat dan juga mungkin sebagai salah satu alat untuk menumbuk serat-serat dari pepohonan yang dapat digunakan sebagai pakaian. Fungsi yang masih diperdebatkan adalah kapak perimbas sebagai alat untuk berburu hewan atau sebagai senjata untuk menyerang lawan.
Sayangnya, kapak perimbas tidak bisa digunakan untuk berburu. Alat batu ini tidak cukup kuat untuk benar-benar, bahkan sanggup melukai binatang seperti kudanil, tapi lain soal jika dilakukan oleh 20-30 orang. L. Binfors kemudian mengusulkan sebuah teori yang cukup mencengangkan bagaimana manusia berburu. Menurutnya, pada masa paleolitik hewan-hewan itu dibunuh oleh hewan karnivora dan manusia pada masa itu hanya sebagai pemulung. Teori ini telah diuji oleh P. Shipman dan R. Potts, dengan temuan tulang yang mempunyai tandai gigi pada sisa tulang makanan, bukti ini memang cukup untuk menujukan kepada gagasan Binfors, manusia masa lalu selain berburu mereka juga merupakan pemulung.
Pembuatan Kapak Perimbas
Kapak perimbas dibuat dengan cara meruncingkan batu pada satu sisi permukaannya untuk memperoleh bagian tajaman. Kulit batu masih melekat pada hampir semua bagian permukaan yang tidak ditajamkan. Bagian lain yang tidak dipertajam merupakan area pegangan yang cukup nyaman. Kapak perimbas benar-benar dirancang untuk cocok di telapak tangan penggunananya.