ASTALOG.COM – Regulasi bisnis berasal dari dua jenis kata terpisah yaitu “regulasi” dan “bisnis”.
Regulasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai karena di dalam proses pembuatannya akan terjadi tarik menarik kepentingan yang kuat antara kepentingan publik, pemilik modal dan pemerintah.
Penerapan dari regulasi bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk yakni pembatasan hukum yang diberikan oleh pemerintah, regulasi oleh suatu perusahaan, da sebagainya
Sedangkan bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba, dilansir dari wikipedia.
Kata bisnis sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Artinya, bisnis adalah keadaan sibuk dalam mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan sebagai tujuan akhir.
Jika digabungkan, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa regulasi bisnis adalah proses pengaturan dan pemberian batasan-batasan untuk sebuah bisnis.
Dari sudut pandang pemerintah, regulasi bisnis adalah aturan-aturan dan kebijakan khusus yang diberlakukan untuk memastikan pertumbuhan bisnis di masyarakat dapat lebih teratur, terarah dan menuju ke arah yang lebih baik dan saling menguntungkan.
Pembagian Regulasi Bisnis
Regulasi bisnis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu regulasi yang menyangkut di bidang merek dan regulasi di bidang perlindungan konsumen.
1. Regulasi bisnis di bidang merek
Terkait dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi:
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Akhir-akhir ini, marak terjadi kasus yang mengenai merek membuat pemerintah melakukan tindakan yaitu regulasi sebagai jalan keluar dari masalah tersebut. Regulasi dilakukan juga terkait dengan simbol indonesia yang merupakan negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah.
Tidak hanya membuat aturan-aturan menyangkut merek dalam negeri, pemerintah juga memperhatikan merek dari luar yang akhirnya sepakat untuk melakukan perjanjain dan kesepakatan internasional.
Salah satu langkah yang sudah dilakukan oleh pemerintah adalah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994, tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Hal ini sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).
2. Regulasi bisnis perlindungan konsumen
Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU tersebut baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 April 1999.
Di samping Perlindungan Konsumen yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
Selain itu, ada dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu:
1. Perlindungan Preventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
2. Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa.
Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
***
Dari ulasan panjang di atas, sudah bisa dilihat seperti apa keterikatan antara regulasi dan bisnis. Bisnis tidak hanya berakhir dengan keuntungan, melainkan perlindungan dalam bisnis juga perlu dilakukan. Jadi, sebelum berfikir mengenai laba coba pelajari dulu regulasi bisnisnya secara seksama.