ASTALOG.COM – Archaebacteria atau Archaea (dari bahasa Yunani: αρχαία “yang tua”) adalah organisme sel tunggal yang tidak mempunyai nukleus. Oleh karena itu, Archaea dikelompokkan kedalam kingdom Prokariot. Archaebacteria tinggal di tempat tempat yang memiliki suhu atau kondisi extrem. Jenis bakteri ini ditemukan oleh Carl Woese pada tahun 1977.
Archaebacteria juga merupakan kelompok bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidokglikan, namun membrane plasmanya mengandung lipid. Archaebacteria ini hidup di lingkungan yang ekstrim
Kelompok Archaebacteria.
Berdasarkan lingkungan yang ekstrim Archaebacteria dibedakan menjadi 3 kelompok :
1. Metanogen.
Kelompok Archaebacteria ini bersifat anaerobik dan kemosintetik. Bakteri ini memperoleh makanan dengan mereduksi CO2 menggunakan H2 menjadi metana (CH4). Hidup di rawa-rawa dan danau yang kekurangan oksigen karena konsumsi mikroorganisme lain.
4H2 + CO2 ―→ CH4 + 2H2Oi
Metanogenik juga berperan dalam pembusukan sampah dan kotoran ternak. Metanogenik merupakan bakteri utama dalam pembentukan biogas atau gas metana. Beberapa bakteri metanogenik bersimbiosis dalam rumen herbivora dan hewan pengonsumsi selulosa lainnya.
Contoh :
Lachnospira multiparus, organisme ini mampu menyederhanakan pektin
Ruminococcus albus, organisme ini mampu menghidrolisis selulosa
Succumonas amylotica, memiliki kemampuan menguraikan amilum.
Methanococcus janashii, penghasil gas methane
Ciri-ciri Metanogen:
– Metabolisme energi khasnya membentuk gas metana (CH4) dengan cara mereduksi karbon dioksida (CO2)
– Bersifat anaerobik dan kemosintetik
– Memperoleh makanan dengan membusukkan sisa tumbuhan mati
– Tumbuh baik pada suhu 98°C dan mati pada suhu 84°C
2. Halofilik.
Bakteri Halofilik (halo : garam, philis: suka) ini hidup pada lingkungan dengan kadar garam tinggi dan sebagian memerlukan kadar garam 10 kali lebih tinggi daripada air laut untuk dapat hidup. seperti di danau Great Salt (danau garam), Laut Mati, atau di dalam makanan yang bergaram. Beberapa bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna yang disebut bacteriorodhopsin
Ciri-ciri halofil ekstrem:
– Bersifat heterotrof
– Energi didapat dengan melakukan respirasi aerobik dan berfotosintesis
– Koloni halofil ekstrem terlihat seperti buih berwarna merah-ungu
3. Termofilik.
Sesuai dengan namanya (thermo: panas, philis: suka), Archaebacteria ini hidup di tempat dengan suhu 60°C hingga 80°C. Beberapa bakteri termofilik mampu mengoksidasi sulfur, seperti Sulfolobus yang hidup di mata air sulfur. Bahkan, beberapa spesies mampu dengan suhu 105°C.
Ciri-ciri termofil ekstrem:
– Hidup di tempat bersuhu tinggi dan bersifat asam
– Hidup dengan mengoksidasi sulfur
– Hidup pada suhu 45-110°C dan pH 1-2
Karakteristik Archaebacteria.
Karakteristik yang dimilik oleh Archaebacteria antara lain :
– Sel Penyusun tubuhnya bertipe prokariotik
– Memiliki RNA polimerase yang sederhana
– Dinding sel bukan dari peptidoglikan
– Tidak memiliki membran nukleus dan tidak memiliki organel sel
– ARNt-nya berupa metionin
– Sensitif terhadap toksin dipteri
Mendapatkan makanan dan energi.
Kebanyakan archaebacteria adalah kemotrof dan memperoleh energi dan nutrisi mereka dari memecah molekul dalam lingkungan mereka. Beberapa spesies archaebacteria adalah fotosintetik dan menangkap energi dari sinar matahari. Tidak seperti bakteri, yang dapat parasit dan diketahui menyebabkan berbagai penyakit, tidak ada archaebacteria yang dikenal bertindak sebagai parasit. Beberapa archaebacteria yang hidup dalam organisme lain. Tapi Archea ini membentuk hubungan mutualistik dengan tuan rumah mereka, di mana baik dalam archaebacteria dan tuan rumah mendapat manfaat. Dengan kata lain, mereka membantu tuan rumah dalam beberapa cara, misalnya dengan membantu untuk mencerna makanan.
Reproduksi.
Seperti bakteri, reproduksi archaebacteria adalah aseksual. Archaebacteria dapat mereproduksi melalui pembelahan biner, di mana sel induk membelah menjadi dua sel anak yang identik secara genetik. Archaebacteria juga dapat bereproduksi secara aseksual melalui tunas dan fragmentasi, di mana potongan-potongan sel pecah dan membentuk sel baru, juga memproduksi organisme identik secara genetik.