ASTALOG.COM – Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan terbesar di wilayah Nusantara yang pernah berdiri megah di pulau Sumatera dan telah banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaannya yang membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “Sri” yang berarti “Bercahaya” atau “Gemilang” dan “Wijaya” yang berarti “Kemenangan” atau “Kejayaan”. Oleh karena itu makna dari nama Sriwijaya adalah “Kemenangan yang gilang-gemilang”.
Sejarah Singkat Kerajaan Sriwijaya Berdasarkan Catatan I Tsing
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan Sriwijaya berasal dari abad ke-7 M berdasarkan catatan yang ditulis oleh I Tsing, seorang pendeta Tiongkok yang telah mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 M dan menetap di sana selama sekitar 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berasal dari abad ke-7 M tepatnya di tahun 682 M, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang.
Pada awalnya kerajaan ini terletak di Muara Takus lalu pindah ke Jambi, dan pada akhirnya dipindahkan lagi ke Palembang tepatnya di Muara Sungai Musi. Sriwijaya yang menjadi pusat pengajaran agama Budha Vajrayana, banyak dikunjungi oleh para peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Pendeta I-Tsing juga telah menuliskan banyak catatan dalam rangkaian perjalanannya mengunjungi Sriwijaya sebelum bertolak ke Nalanda, India.
Dalam salah satu catatannya, dituliskan bahwa Sriwijaya telah menjadi rumah bagi sarjana Budha dengan terdapatnya 1000 pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta Budha terkenal di Sriwijaya yang berasal dari India. Selain itu, ajaran Budha aliran Hinayana dan Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya yang banyak dipengaruhi oleh budaya India telah berperan dalam penyebar luasan agama Budha. Hal ini dibuktikan dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand.
Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mencapai masa keemasan ketika diperintah oleh Balaputradewa yang merupakan putra dari Raja ke-4 Mataram Kuno, Samaragrawira. Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena adanya warisan tahta, tetapi karena ia adalah anggota wangsa Syailendra dimana pada saat itu pulau Sumatera telah menjadi daerah kekuasaan Wangsa Syailendra.
Selain sebagai kerajaan Budha terbesar, Sriwijaya mengalami perkembangan yang pesat karena posisinya yang strategis. Pada masa itu, wilayah kerajaan Sriwijaya yang berhadapan dengan selat Malaka dan selat Sunda merupakan jalur pelayaran internasional. Dengan wilayah kekuasaannya yang luas meliputi seluruh pulau Sumatera, semenanjung malaka, Belitung, sebagian Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, membuat kerajaan Sriwijaya mendapat julukan sebagai negara nasional pertama di Indonesia.
Untuk menjaga keamanan wilayah dan meningkatkan perdagangan, kerajaan Sriwijaya juga membangun angkatan laut yang tangguh dan kuat, serta armada niaga yang besar. Oleh karena itu, Sriwijaya disebut pula sebagai kerajaan maritim. Sebagai kerajaan maritim, Kerajaan Sriwijaya berupaya menguasai perairan Nusantara. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Sunda, dan laut-laut lainnya di Nusantara.
Kesuksesan itu telah menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar China dan India. Karena telah berhasil menguasai wilayah kepulauan nusantara dan melayu melalui perdagangan dan penaklukan yang dimulai sejak abad ke-7 sampai ke-9 M, maka kerajaan Sriwijaya juga telah berperan secara langsung dalam mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Di akhir abad ke-9 M, kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran, dan puncaknya adalah ketika di abad ke-13 Sriwijaya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
- Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, dari dinasti Chola di Koromande, India Selatan menyerang Sriwijaya. Kedua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia Tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
- Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
- Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerah-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan Raja-raja sekitarnya.
- Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singasari yang tercatat sukses melakukan sebuah ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.