ASTALOG.COM – Berdasarkan konstitusi UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Lebih jauh lagi konstitusi menyebutkan bahwa dasar negara atau ideologi negara Indonesia terdiri dari lima butir, yang dikenal dengan nama Pancasila. Konstitusi juga mengemukakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan Indonesia adalah negara hukum, artinya Indonesia memilih demokrasi sebagai sistem penyelenggaraan negara. Sebagai perwujudan dari demokrasi dilakukan dengan sistem demokrasi perwakilan.
Apa itu Transisi Demokrasi?
Transisi demokrasi adalah periode antara (interval period) dari suatu orde otoriter ke orde yang tidak terlalu jelas sosoknya. Ketidakjelasan ini dipahami sebagai “rangkaian berbagai kemungkinan” bentuk orde politik. Transisi dapat mengarah kepada penciptaan sejenis demokrasi, kembalinya jenis razim otoriter yang lain, atau munculnya suatu alternatif yang lebih revolusioner. Menurut Rustow, transisi biasanya melewati tiga tahap: (1) terjadinya polarisasi antar pemain-pemain politik baru; (2) terjadinya kompromi dan negosiasi, karena sadar tidak bisa bermain secara mutlak-mutlakan; dan (3) habituasi (pembiasaan) terhadap aturan-aturan main demokratis.
Negara-negara yang baru terlepas dari cengkeraman kekuasaan otoritarian biasanya memiliki sejumlah agenda transisi menuju demokrasi. Bagi negara yang sebelumnya dikuasai oleh rezim militeristik, salah satu agenda terpenting demokratisasi adalah demiliterisasi. Demiliterisasi merujuk pada upaya mendudukkan kembali militer dalam kontrol otoritas sipil. Dalam proses itu, militer yang sebelumnya dominan, digiring untuk kembali ke tangsi dan menjalankan tugas profesionalnya sebagai komponen utama pertahanan negara. Militer didorong untuk tunduk pada konsep supremasi sipil, seperti dwifungsi ABRI pada era reformasi. Proses demiliterisasi yang dialami suatu negara tidak selalu sama dengan negara lain. Proses demiliterisasi biasanya paralel dengan model transisi yang diambil suatu negara. Jika transisi, misalnya, berwujud reforma pactada, maka di situ terjadi proses ketegangan, kompromi, dan negosiasi. Sebaliknya, jika model transisi mengambil bentuk ruptura pactada, maka proses demiliterisasi sejalan dengan gerakan penyingkiran aktor-aktor kekuatan lama.
Untuk mengevaluasi proses transisi di Indonesia, sekurang-kurangnya dapat diajukan tiga indikator. Pertama, penegakan aturan main demoratis. Proses transisi di Indonesia memang telah berhasil melembagakan beberapa aturan main serta infrastruktur formal yang relatif baru, yakni partai politik, pemilihan umum, dan cabang-cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Namun, pelembagaan politik dalam kaitannya dengan bekerjanya fungsi-fungsi pengelolaan konflik sebagai salah satu elemen penting berdemokrasi, belum mencatat banyak kemajuan.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia pada awalnya berdiri dicirikan dengan berlakunya demokrasi liberal. Kemudian pada masa Soekarno juga kita mengenal suatu sistem demokrasi khas Indonesia, yang dikenal dengan nama Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy). Dalam sistem ini, rakyat menjalankan demokrasi berdasarkan arahan dari para pemimpinnya (elit), yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Maju-mundurnya kehidupan demokrasi ditentukan oleh para pemimpin ini. Bung Karno pada saat itu menamakan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Keadaan ini berakhir dengan munculnya pemberontakan G 30 S pada tahun 1965. Setelah kejatuhan Soekarno muncullah Soeharto dengan tekad menjalankan konstitusi, dia menyebutnya Demokrasi Pancasila. Sebagai wujud dari pelaksanaan demokrasi perwakilan dilakukan dalam bentuk pemilihan umum dalam rangka memilih wakil rakyat yang akan dipercaya untuk menjalankan pemerintahan.
Selanjutnya, era reformasi politik yang terjadi sejak tahun 1998 yang ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter di bawah pemerintahan Presiden Soeharto telah menghasilkan banyak perubahan di bidang politik yang telah memungkinkan semakin meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik. Amandemen UUD 1945 dan berbagai produk hukum pelaksanaannya telah memperkuat landasan sistem politik yang demokratis. Perjalanan transisi demokrasi di Indonesia semasa reformasi, antara lain ditandai dengan pelaksanaan pemilihan Preside secara langsung dan pemilihan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati, maupun Walikota secara langsung, semakin terbuka dan terjaminnya berbagai kebebasan bagi masyarakat, bebas berorganisasi, bebas mengemukakan pendapat, dan kebebasan pers. Di samping itu, masyarakat dari kalangan dan latar belakang apapun bisa menjadi anggota parlemen atau kepala daerah, secara demokratis. Hal ini menunjukkan betapa demokrasi telah berkembang sangat pesat di Indonesia saat ini.
Sebuah masa transisi tidak hanya membutuhkan waktu setahun atau tiga tahun, mungkin ia akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk sampai kepda tujuannya. Dan sangat mungkin akan terjadi transisi yang berkepanjangan.