ASTALOG.COM – Aceh yang terkenal dengan sebutan, “Kota Serambi Mekkah” merupakan tempat di mana berkembangnya agama Islam pertama di Indonesia. Sebelum masuknya agama Islam ke Aceh, terlebih dahulu sudah ada agama serta kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan budha di Aceh.
Beberapa kerajaan yang dulu pernah bercorak Hindu seperti, Kerajaan Laut Bangko (Kluet) di Aceh Selatan, Kerajaan Sama Indra (Pedir) yang berada di Pidie, Kerajaan Indra Purwa (Lamuri) menjadi Kerajaan Indrapuri, Indrapatra, Indrapurwa yang berada di Aceh Besar dan Indrajaya yang dikenal sebagai kerajaan Panton Rie atau Kantoli di Lhokseudu
Penduduk Aceh merupakan keturunan dari berbagai suku, kaum dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, dan Kamboka. Di samping itu banyak juga bangsa-bangsa asing di tanah Aceh, seperti bangsa Arab, India dan Cina dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di Aceh.
Awal Kedatangan Jepang Ke Aceh
Pada tahun 1942, Jepang mendarat di Aceh dan disambut baik oleh orang Aceh karena pada waktu itu antara Belanda dan Jepang terjadi permusuhan dan orang Aceh berharap kedatangan Jepang akan membantu mengusir Belanda dari tanah Aceh.
Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh. Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang.
Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940.
Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum.
Penyebab Terjadinya Perlawanan Aceh Terhadap Jepang
Kedatangan jepang ternyata tidak semanis perkiraan masyarakat Aceh, sebaliknya Jepang ternyata lebih keji dari Belanda sehingga orang Aceh merasa ditipu oleh Jepang dan mengangkat senjata memerangi Jepang. Selain itu,ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang.
Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. Inilah yang menjadi awal mula terjadinya perang antara Aceh dan Jepang.
Penyerangan Aceh Terhadap Jepang
Karena sudah tidak bisa menerima perlakuan dari Jepang, akhirnya Aceh melakukan perlawanan terhadap pemerintah pendudukan militer Jepang yang dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil. Ia seorang guru mengaji di Cot Pileng, yang tidak mau tunduk dan patuh pada Jepang. Pihak Jepang berusaha membujuknya agar berdamai tetapi usaha Jepang ditolak.
Akhirnya, pada 10 November 1942, tentara Jepang menyerbu Cot Pileng. Saat serbuan Jepang ketika itu, rakyat sedang melaksanakan ibadah shalat subuh. Dengan berbebakal persenjataan: Pedang, Kelewang, dan Rencong. Rakyat dapat memukul mundur pasukan Jepang Lhokseumawe. Serangan kedua Jepang juga berhasil dipukul mundur. Barulah pada serangan ketiga Jepang berhasil menguasai Cot Pileng. Tengku Abdul Djalil dapat meloloskan diri, namun akhirnya gugur tertembak saat melakukan shalat.