ASTALOG.COM – Perjanjian Roem-Royen adalah sebuah perjanjian yang dilakukan antara pihak pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Mohammad Roem dan pihak pemerintah Belanda yang diwakili oleh Herman van Roijen. Perjanjian ini berlangsung di Hotel Indes, Jakarta pada tanggal 7 Mei 1949.
Sebenarnya sebelum mencapai kesepakatan pada perjanjian Roem-Royen, telah diadakan pertemuan yang merupakan inisiatif dari komisi PBB untuk Indonesia sehingga pada tanggal 4 April 1949 dilaksanakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi PBB dari Amerika serikat, sementara delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem.
Maksud diadakannya pertemuan atau perjanjian Roem-Royen sendiri adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada tahun yang sama.
Perjanjian ini berlangsung dengan sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikapnya terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dimana beliau mengatakan bahwa “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
Dalam perjanjian Roem-Royen, pihak Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya. Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh Republik Indonesia.
Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949 berhasil dicapai persetujuan antara pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian disepakati kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB tertanggal 28 Januari 1949 dan persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949.
Adapun isi pernyataan dari pihak pemerintah Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mohammad Roem, adalah sebagai berikut:
- Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
- Kedua belah pihak bekerja sama dalam hai mengembalikan perdamaian dan menjaga keamanan serta ketertiban.
- Belanda turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik Indonesia Serikat.
Selanjutnya pernyataan dari pihak pemerintah Belanda yang dibacakan oleh Herman van Roijen adalah sebagai berikut:
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
- Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
- Pemerintah Belanda menyetujui bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Dampak dari Perjanjian Roem-Royen
- Dengan tercapainya kesepakatan dalam perjanjian Roem-Royen maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda.
- Pihak TNI dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu. Namun, Panglima Besar Jenderal Soedirman memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-masalah perundingan.
- Untuk mempertegas amanat Jenderal Soedirman itu, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa, Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan lapangan dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer.
Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai sepenuhnya hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa Indonesia. Maka pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itupun menghasilkan 3 keputusan, yaitu:
- Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
- Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
- Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia
Pasca perjanjian Roem-Royen
- Pada 1 Juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta.
- Pada 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia.
- Pada 13 Juli 1949, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-Royen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI. Dalam sidang tersebut juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi Menteri pertahanan merangkap koordinator keamanan.
- Pada 3 Agustus 1949, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar juga mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.