ASTALOG.COM – Masuknya islam di Indonesia bukan tanpa alasan. Indonesia yang mayoritas hampir seluruh rakyatnya beragama islam perlu berterima kasih pada tokoh-tokoh islam yang secara silih berganti melakukan pergantian dalam penyebaran agama islam dengan cara mereka masing-masing diseluruh penjuru nusantara.
Mereka juga memiliki berperan dalam sejarah pembangunan-pembangunan di Indonesia yang umunya mesjid. Jadi tidak heran begitu banyak mesjid tua yang bisa Anda temui di setiap sudut kota yang menjadi bukti penyebaran dari para tokoh untuk mengajarkan agama islam.
Berikut beberapa nama tokoh beserta perannya dalam perkembangan agama islam di Indonesia.
- 1. Walisongo (Wali Sembilan)
Di kalangan masyarakat Islam Jawa, banyak orang mempercayai bahwa wali yang menyebarkan Islam di Jawa berjumlah sembilan orang, sesuai dengan kata “songo”. Sebenarnya jumlah mereka tidak tepat sembilan, tetapi lebih. Namun lebih dikenal adalah sembilan wali (wali songo).
Sunan Gresik (Malik Ibrahim, Maulana)
Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi yang dalam babad Jawa disebut Makdum Brahim Asmara. Beliau adalah saudara Maulana Ishak dengan memperistri putri Campa dan melahirkan dua orang putra, yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Syaid Aki Murtadha atau Raden Santri. Beliau adalah putra dari Raden Jumadil Qubro. Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa tahun 1404 M.
Maulana Malik Ibrahim menyebarkan agama Islam dengan cara melayani kebutuhan sehari-hari masyarakat yang diajaknya. Beliau dakwah dengan diplomasi yang ulung, tidak menyinggung perasaan orang yang didakwahnya, bahkan membesarkan hati. Hal tersebut menunjukkan betapa tinggi ilmu yang dimiliki oleh syekh Maulana Malik Ibrahim. Hal ini dapat diketahui dalam kisah-kisah yang pernah dialaminya, misalnya dalam kisah tentang Kepala perampok.
Sunan Ampel (Campa Aceh, 1401- Ampel, Surabaya 1481 M)
Nama aslinya Raden Rahmat adalah putra Maulana Malik Ibrahim dari istrinya bernama Dewi Candrawulan. Sunan Ampel adalah penerus cita-cita serta perjuangan Maulana Malik Ibrahim dan terkenal sebagai perencana pertama kerajaan Islam di Jawa; ia memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya, sehingga ia dikenal sebagai pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur.
Di pesantren inilah Sunan Ampel mendidik para pemuda Islam untuk menjadi tenaga da’i yang akan disebar ke seluruh Jawa. Diantara pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Giri, Raden yang kemudian menjadi sultan pertama kesultanan Islam di Bintoro, demak,
- Sunan Bonang (Ampel Denta, Surabaya 1465 – Tuban 1525)
Dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Ia adalah putra Raden Rahmat dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati dan merupakan Saudara sepupuh Sunan Kalijaga. Ia terkenal dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahim atau Raden Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang biasa diberikan kepada seorang ulama besar di India dan berarti orang yang dihormati).
Setelah belajar Islam di Pasai, Aceh Sunan Bonang kembali ke Tuhan, Jawa Timur untuk mendirikan pondok pesantren.
Sunan Giri (Blambangan, Pertengahan abad Ke-15 – Giri 1500 M)
Nama aslinya Raden Paku, disebut juga Prabu Satmata dan kadang-kadang disebut Sultan Abdul Fakih. Ia adalah putra dari Maulana Ishak yang ditugaskan Sunan Ampel untuk mengembangkan agama Islam di Blambangan.
Salah seorang saudaranya juga termasuk Walisongo, yaitu Raden Fatah (Sunan Gunung Jati) dan ia mempunyai hubungan keluarga dengan Raden Fatah karena istri mereka bersaudara.
- Sunan Drajat (Ampel Denta, Surabaya, sekitar Tahun 1470 Sedayu, Gresik pertengahan abad ke-16)
Nama aslinya Raden Kosim atau Syarifudin tetapi karena ia dimakamkan di daerah Sedayu, maka kebanyakan masyarakat awam mengenalnya sebagai Sunan Sedayu.
Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial. Ia terkenal mempunyai jiwa sosial dan tema-tema dakwahnya selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi pertolongan kepada umum, menyantuni anak yatim dan fakis miskin sebagai suatu proyek sosial yang dianjurkan agama Islam.
- Sunan Kalijaga (akhir Abad ke-14 Pertengahan abad ke-15)
Terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan jauh berpikiran tajam, intelek, serta berasal dari suku Jawa Asli. Nama Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang berarti pelaksana dan membersihkan. Qadizaka yang kemudian menurut lidah dan ejaan menjadi Kalijaga berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan atau kesucian.
Daerah operasi dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai mubaligh ia berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Karena sistem dajwahnya yang intelek dan aktual maka para bangsawan dan cendekiawan sangat simpati terhadapnya, demikian juga lapisan masyarakat awam, bahkan penguasa, berdakwahnya tidak monoton, sesekali diisi dengan cerita-cerita humor yang mendidik, sekaligus menarik perhatian.
Jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian bukan hanya terlihat pada wayang dan gamelan, tetapi juga dalam seni suara, seni ukir, seni busana, seni pahat dan kesusastraan. Banyak corak batik yang oleh Sunan Kalijaga diiberi motif burung. Burung dalam bahasa Kawi disebut kukula. Kata tersebut ditulis dalam Bahasa Arab menjadi qu dan qila yang berarti “peliharalah ucapanmu sebaik-baiknya” dan menjadi salah satu ajaran etik Sunan Kalijaga melalui corak batik.
- Sunan Kudus (Abad ke-15 – Kudus 1550)
Nama aslinya Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung.
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya dan dia memiliki keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam ilmu fikih, usul fikih, tauhid, hadits, tafsir, serta logika. Karena itulah diantara Walisongo hanya ia yang mendapat julukan Wal Al-ilmi (orang yang luas ilmunya) dan karena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara. Disamping menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga menjadi panglima perang Kesultanan Demak Bintoro yang tangguh dan dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan sekaligus pemimpin agama di daerah tersebut.
- Sunan Muria (abad ke-15 – abad ke-16)
Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan Islam di pedesaan Pulau Jawa adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Said, atau Raden Said sedang nama kecilnya adalah Raden Prawoto, namun ia lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara kota Kudus sekarang).
Dalam rangka dakwah melalui budaya ia menciptakan tembang dakwah Sinon dan Kinanti.
- Sunan Gunung Jati (Mekah, 144-Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat 1570)
Salah seorang dari Walisongo yang bayak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa terutama di Jawa Barat juga pendiri kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah dialah pendiri Dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.