Sejarah Terbentuknya Bahasa Indonesia

ASTALOG.COM – Proses terbentuknya bahasa Indonesia tidak dapat terlepas dari sejarah Indonesia, mulai dari masa masuknya Hindu sampai kemerdekaan Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana mengemukakan bahwa lingua franca di Indonesia memiliki kecenderungan mengikuti bahasa asing penguasa, yaitu bahasa Sansekerta pada masa Hindu-Budha, bahasa Arab pada masa Islam, bahasa Belanda pada masa penjajahan, dan bahasa Jepang pada masa pendudukan Jepang. Walaupun demikian, sebagian besar rakyat Indonesia lebih memilih menggunakan bahasa daerah mereka dalam pergaulan sehari-hari.

Menurut Serbabahasa.wordpress.com, sejak awal Masehi, lingua franca di Indonesia adalah bahasa Melayu. Namun, pemerintah kolonial Belanda membawa pengaruh dalam perkembangan bahasa Melayu sebagai lingua franca di Indonesia. Awalnya, bahasa Melayu disepakati sebagai bahasa pengantar di sekolah karena dinilai sebagai bahasa yang dipahami sebagian besar rakyat Indonesia. Munculnya politik etik yang berusaha memberikan pengetahuan barat kepada bangsa Indonesia mengharuskan penguasaan terhadap bahasa Belanda. Untuk itu, bahasa Belanda dijadikan mata pelajaran di sekolah rakyat. Lambat laun, bahasa Melayu mulai dianggap sebagai bahasa rendahan.

 

Tuntutan penguasaan bahasa Belanda semakin meningkat dari bangsa Indonesia. Hal itu bukan hanya karena pengetahuan barat yang mudah didapat apabila menguasai bahasa Belanda, tetapi juga menjadi syarat untuk menduduki jabatan penting di pemerintahan. Dari sinilah, munculnya kaum intelektual Indonesia yang menyadari hak untuk merdeka dan membentuk pemerintahan sendiri. Mereka membentuk organisasi-organisasi yang mengunakan bahasa Melayu agar dapat dipahami semua rakyat Indonesia. Kemudian, munculnya surat kabar dan majalah yang berbahasa Melayu sehingga menguatkan penggunaan bahasa Melayu di Indonesia.

PELAJARI:  Bentuk Perubahan Sosial dan Faktor yang Mempengaruhinya

Puncaknya, 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda di Jakarta, pemuda-pemuda Indonesia mengucapkan Sumpah Pemuda. Isi sumpah yang ketiga—berbahasa yang satu, bahasa Indonesia—telah memastikan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada kongres itu pula, nama bahasa Melayu diganti dengan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya.

 

Ketika Jepang datang ke Indonesia, mereka segera menghapus bahasa Belanda dan menggantikannya dengan bahasa Jepang. Terdesak oleh Perang Asia Timur Raya, Jepang yang berniat memakai tenaga bangsa Indonesia dalam perang terpaksa harus memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Hal itu disebabkan karena bahasa Jepang belum dikuasai oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Akhirnya, pada tanggal 20 Oktober 1942, didirikanlah Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menentukan kata-kata umum bagi bangsa Indonesia. Kemudian, satu hari setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia pun diresmikan sebagai bahasa nasional. Selanjutnya, bulan Oktober disebut sebagai bulan bahasa karena di bulan inilah bahasa Indonesia pertama kali dikumandangkan sebagai bahasa nasional dan bahasa pemersatu bangsa.

PELAJARI:  Macam-macam Ekosistem Beserta Contohnya

Penyempurnaan Ejaan

Bahasa Indonesia mengalami beberapa kali pengubahan ejaan, dimana ejaan pertama diberi nama ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini merupakan ejaan Melayu yang dituliskan menggunakan huruf Latin, dan disusun oleh Charles van Ophuijsen serta Nawawi Soetan Ma’moer & Moehammad Taib Soetan Ibrahim sebagai pembantunya dalam penyusunan ejaan ini pada tahun 1896. Ciri khas ejaan ini, dilansir dari laman Portalsejarah.com, adalah:

– Ejaan ini menggunakan ï sebagai pembeda huruf i yang digunakan untuk akhiran serta sebagai pengganti huruf y.
– Penggunaan huruf j sebagai pengganti y dalam kata-kata: jang, sajang, pajah, dan lainnya.
– Penggunaan huruf oe sebagai pengganti u dalam kata-kata: goeroe, boeang, dan semacamnya.
– Penggunaan diakritik seperti petik satu untuk mengganti huruf k seperti misalnya pada: ma’moer, ta’, pa’, dan lain-lain.

Ejaan pengganti Ophuijsen adalah ejaan Republik yang dikenal juga dengan nama ejaan Soewandi. Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947 dan memiliki ciri sebagai berikut:

PELAJARI:  Apa yang Dimaksud Derajat Keasaman?

– Huruf oe tidak lagi digunakan, dan mulai menggunakan huruf u.
– Penggunaan petik satu untuk bunyi sentak digantikan dengan huruf k seperti misalnya: sentak, tidak, tak, dan lain sebagainya.
– Penggunaan angka 2 untuk kata yang diulang seperti: main2, makan2, dan lain-lain.
– Tidak adanya perbedaan antara awalan di- dengan kata depan di.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden dan menjadi dasar penulisan yang berlaku hingga saat ini. Dalam ejaan ini, ada beberapa hal berubah:

– Penggunaan huruf c yang menggantikan tj seperti misalnya pada kata-kata: tjontoh, tjandra, tjatjing, dan lainnya.
– Dj digantikan dengan huruf j.
– Penggantian ch menjadi kh.
– Pengubahan penulisan nj menjadi ny.
– Perubahan sj menjadi sy, dan yang terakhir
– Perubahan j menjadi y.

Sejarah bahasa Indonesia merupakan sebuah sejarah perjuangan suatu bangsa untuk menetapkan eksistensinya di mata negara lain. Perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional bukanlah perkara mudah, mengingat Indonesia sempat dijajah berkali-kali, dan hal itu mengubah cara pengejaan kata per kata meskipun tidak begitu signifikan.