ASTALOG.COM – Demokrasi Pancasila merupakan suatu paham demokrasi yang bersumber dari pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia, kemudian akan timbul dasar falsafah negara yang disebut dengan Pancasila yang tercermin dan terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA
- Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
- Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
- Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, atau lainnya
- Adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
- Pelaksanaan Pemilihan Umum
- Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
- Keseimbangan antara hak dan kewajiban
- Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
- Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
- Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa:
- Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).
- Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas).
- Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat.
SENDI POKOK DEMOKRASI PANCASILA
Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan yang berdasarkan paham demokrasi Pancasila, terdapat 7 sendi pokok yang menjadi landasan, yaitu:
- Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Dalam hal ini, seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
- Indonesia menganut sistem konstitusional. Dalam hal ini, pemerintahan dijalankan berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara. Dalam hal ini, seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu: menetapkan UUD, menetapkan GBHN, dan memilih serta mengangkat Presiden.
- Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Dalam hal ini, di bawah MPR, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh Majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
- Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam hal ini, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh Presiden, dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif adalah hak inisiatif, hak amendemen, dan hak budget.
- Menteri Negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dalam hal ini, Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Menteri Negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada Presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet Kepresidenan/Presidensiil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa. Dalam hal ini, Menteri menjalankan kekuasaan pemerintah dalam praktiknya berada di bawah koordinasi Presiden.
- Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Dalam hal ini, Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh Presiden, dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. Kedudukan DPR sejajar dengan Presiden.