Mengapa Sila Pertama dalam Piagam Jakarta Diubah?

ASTALOG.COM – Berbicara tentang ‘Piagam Jakarta’ atau Jakarta Charter yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945, pasti tidak akan lepas dari sejarah perumusan Pancasila serta UUD 1945. Bisa dikatakan pula bahwa Piagam Jakarta menjadi semacam penghubung antara perumusan Pancasila dengan UUD 1945, dimana perumusan Piagam Jakarta dilakukan setelah diadakannya sidang pertama BPUPKI yang membahas tentang dasar negara Republik Indonesia, dan sebelum sidang BPUPKI kedua yang membahas tentang UUD 1945.

Piagam Jakarta yang disusun dalam rapat panitia 9 yang merupakan panitia hasil bentukan dari sidang BPUPKI yang pertama merupakan sebuah dokumen historis berupa kompromi antara pihak Islam dan pihak kebangsaan, dalam hal ini BPUPKI untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara.

 

Piagam Jakarta juga berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.

Rumusan Piagam Jakarta :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PELAJARI:  Apa yang Anda Ketahui Mengenai Cornelis de Houtman?
 

Sekilas mengenai perubahan sila pertama pada Piagam Jakarta

Jika diamati dengan cermat, kita bisa melihat bahwa secara umum, isi dari Piagam Jakarta tidak berbeda jauh dengan isi Pancasila. Dan yang membedakan hanya terdapat pada sila pertama saja. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa sila pertama pada Piagam Jakarta akhirnya diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa“?

Menurut catatan sejarah, tepat sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 18 Agustus 1945, dilakukanlah sidang PPKI pertama sekaligus melakukan pengesahan UUD 1945 dimana istilah ‘Mukaddimah’ diubah menjadi ‘pembukaan’. Kemudian, sila pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perubahan itu sendiri dilakukan karena hal itu merupakan usulan dari masyarakat di Indonesia Timur agar menghilangkan 7 kata dalam Piagam Jakarta yaitu “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya …” Usulan tersebut disampaikan sebagai masukan sebelum sidang yang disampaikan oleh seorang opsir Jepang yang bertugas di Indonesia Timur, yang bernama Nishijama.

PELAJARI:  Jelaskan Pengertian Zigot, Embrio, dan Fetus?

Pada saat itu, sang opsir itu memberitahukan bahwa wakil-wakil dari pemuka agama Protestan dan Katolik, sangat berkeberatan terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, dan hanya menyangkut rakyat yang beragama Islam. Dengan tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok UUD 1945, berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.

Meskipun menurut Moh. Hatta bahwa itu bukanlah suatu diskrimasi sebab penetapannya hanya berlaku untuk rakyat yang beragama Islam, namun karena isi rumusannya menjadi bagian dari UUD 1945 yang menjadi konstitusi dasar negara Republik Indonesia, maka sudah selayaknya jika sila pertama diubah sedikit isinya demi menghindari kesan diskriminasi terhadap agama minoritas di Indonesia saat itu.

Oleh karena itulah, Moh. Hatta pun  mengajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk membicarakan hal yang cukup serius ini. Karena mereka tidak ingin ada perpecahan dalam suatu bangsa dimana jika hal itu terjadi maka hanya akan membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, akhirnya mereka pun bermusyawarah untuk mufakat dan akhirnya mengubah isi sila pertama dari Piagam Jakarta.

PELAJARI:  Apakah yang Dimaksud dengan Inflasi?

Perubahan itu pun dilakukan hanya dalam waktu singkat yaitu sekitar 15 menit saja. Hal itu juga menjadi suatu tanda bahwa pada saat itu, para tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia tersebut benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa Indonesia.

Akhirnya rumusan hasil sidang PPKI yang pertama pun bisa kita lihat sampai sekarang dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, yaitu :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sila pertama pada Piagam Jakarta diubah dengan alasan nasionalisme. Sebab negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan akan menyatukan seluruh keragaman perbedaan terutama perbedaan agama dalam satu kesatuan Pancasila.