Pembuatan Mikroprotein

ASTALOG.COM – Sejarah penemuan mikoprotein dimulai sekitar tahun 1950-an ketika terjadi kekhawatiran akan kekurangan sumber protein pada masa depan karena berbagai hewan ternak seperti sapi, ayam, dan babi tidak lagi mencukupi kebutuhan daging di dunia. Saat itu juga terjadi wabah penyakit pada anak-anak yang terkait masalah malagizi protein sehingga menyebabkan banyaknya penderita kwashiorkor dan marasmus di negara-negara terbelakang.

Pada tahun 1955, suatu lembaga yang disebut Kelompok Konsultan untuk Protein dengan nama asli dalam bahasa Inggris Protein Advisory Group (PAG) dibangun untuk membantu FAO dan UNICEF dalam merumuskan pedoman keamanan, nutrisi, dan palatabilitas dari sumber makanan berprotein baru untuk konsumsi manusia. Di dalam pertemuan PBB tahun 1968 International Action to Avert Impending Protein Crisis, dikemukakan bahwa dunia memerlukan sumber protein baru dari mikroba untuk memenuhi kebutuhan protein pada masa mendatang. Sejak itu berbagai penelitian tentang sumber protein mikrobial marak dikembangkan, namun sebagian besar malah bertujuan untuk menciptakan pakan ternak kaya protein.

PELAJARI:  Struktur Tubuh Jamur
 

Pada tahun 1985, suatu perusahaan Inggris, Rank Hovis McDougall (RHM), berhasil menciptakan sumber protein pengganti daging bagi manusia dari F. venenatum. Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 3000 jenis fungi dari berbagai belahan dunia untuk dianalisa kadar protein di dalamnya, produksi toksin, dan memiliki pertumbuhan serta morfologi yang sesuai hingga akhirnya ditemukan F. venenatum sebagai fungi yang terbaik, seperti dilansir dari laman Wikipedia.

Pengertian Mikroprotein

 

Menurut Sridianti.com, mikroprotein merupakan produk makanan yang berasal dari miselium jamur. Pada pembuatan mikroprotein ini, digunakan jasa jamur fusarium graminearium. Dalam skala pabrik, mikroprotein dihasilkan melalui fermentasi berkesinambungan, menggunakan glukosa sebagai substrat dan zat hara lain serta gas amoniak dan garam amoniak sebagai sumber nitrogen.

Produksi Mikroprotein

– Produksi biomassa sel
Pada awalnya uji pembuatan mikoprotein yang aman dan sehat dilakukan dengan menumbuhkan sel fungi pada tangki bioreaktor teraduk dengan volume 300 L. Namun setelah perizinan produksi mikoprotein secara komersil telah disetujui maka digunakan reaktor air-lift bervolume 40.000 L hingga 150.000 L dengan proses yang digunakan adalah aliran kontinu (continuous flow process). Proses tersebut dipilih karena kecepatan dilusi yang tinggi pada proses ini dan secara ekonomi paling menguntungkan. Dulunya, kultur dikontrol dengan mengatur penambahan nutrisi dan glukosa ke dalam reaktor dalam jumlah berlebihan dan konstan. Proses produksi yang terbaru memanfaatkan kecepatan evolusi CO2 yang dapat diukur secara langsung untuk mengontrol kecepatan aliran media. Media yang digunakan umumnya mengandung glukosa dan amonium (disuplemen dengan biotin) dan kultur diinkubasi dengan suhu 28-30 °C pada pH 6.0.

PELAJARI:  Pengaruh Revolusi Industri Terhadap Timbulnya Kolonialisme di Indonesia

– Reduksi RNA
Sel mikroba yang memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi memiliki kandungan asam nukleat (termasuk RNA) yang tinggi pula. Pada manusia, RNA dapat dipecah menjadi asam urat yang berbahaya bagi kesehatan apabila terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang terlalu tinggi. Oleh karea itu, PAG menetapkan konsentrasi RNA dari mikoprotein yang boleh dikonsumsi manusia adalah 2 gram per hari dengan total asam nukleat yang dikonsumsi manusia dari berbagai sumber tidak melebih 4 gram per hari. Untuk mengurangi jumlah RNA dalam mikoprotein dapat dilakukan prosedur kejut panas setelah fungi selesai ditumbuhkan, yaitu menaikkan suhu kultur biomassa secara cepat (< 10 detik) hingga mencapai suhu 64 °C selama 20-30 menit. Metode ini akan menyebabkan pertumbuhan terhenti dan RNase yang ada dalam sel menjadi aktif mendegradasi RNA.

PELAJARI:  Fungsi Pankreas

– Pengolahan akhir
Setelah proses reduksi RNA berakhir, dilakukan pemanenan biomassa sel dengan filtrasi vakum kemudian ditambahkan pewarna, penambah rasa, dan putih telur sebagai protein pengikat filamen mikoprotein. Untuk menstabilkan struktur mikoprotein dilakukan prosedur pemanasan yang dilanjutkan dengan mereduksi ukuran mikoprotein dan membekukannya untuk penyimpanan. Berbagai variasi makanan berbahan mikoprotein telah dibuat, antara lain pai rasa ayam, kari, lasagna, dan lain-lain. Produk mikoprotein tersebut bertekstur dan berasa mirip seperti daging namun merupakan sumber protein nabati yang baik untuk para vegetarian.