ASTALOG.COM – Di tahun 1808 hingga 1809 terjadilah sebuah perang di wilayah Danau Tondano, Sulawesi Utara. Perang Tondano merupakan perang yang melibatkan suku Minahasa dengan pemerintah kolonial Belanda. Penyebab perang Tondano sendiri adalah dicabutnya Perjanjian Verbond yang dibuat pada tanggal 10 Januari 1679. Perjanjian Verbond sendiri menandakan sebuah ikatan persahabatan persahabatan antara Minahasa dan Belanda yang diingkari sendiri oleh pihak Belanda.
Orang Minahasa yang sejak dulu dikenal tetap konsisten dalam mempertahankan nilai-nilai budaya yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, serta tidak kenal kompromi kepada siapapun yang melanggar komitmen adat tersebut merasa bahwa pihak Belanda telah melakukan pengingkaran terhadap Perjanjian Verbond yang telah disepakati bersama.
Bagi orang Minahasa, Perjanjian Verbond telah menjadi bagian dari adat Minahasa yang menjamin kelanjutan hidup orang Minahasa. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa pengingkaran yang dilakukan pihak Belanda ini merupakan suatu penghinaan fantastis terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Jalannya Perang Tondano
1) Perang Tondano 1
Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa Barat, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara. Orang-orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius.
Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Gubernur Ternate, Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa.
Para pedagang Spanyol dan juga Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina. VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC, karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa.
2) Perang Tondano 2
Perang Tondano 2 sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, sehingga memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan maka direkrutlah pasukan dari kalangan pribumi. Mereka dipilih dari suku-suku yang memiliki keberanian berperang, seperti suku Madura, Dayak, dan Minahasa.
Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung, seorang pemimpin dalam suatu wilayah/distrik. Dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman 2.000 pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda.
Dalam suasana yang semakin kritis, tidak ada pilihan lain bagi Gubernur Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano, Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk 2 pasukan tangguh. Pasukan yang satu dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan.